Rabu, 14 Januari 2015

Cerita tak berjudul (?)

Hallo semuanya, aku kembali lagi. Sebenarnya ini FF absurd yang aku buat waktu aku lagi mood buat nulis. Cerita ini mengalir begitu aja tanpa ada niat untuk buat cerita. Entah kenapa khayalanku mengarah sehingga menciptakan cerita ini. Jadi lebih baik aku tuangkan saja kedalam tulisan, dan hasilnya ini. Ga ada judul yang pasti untuk FF ini. Jadi aku tekankan disini, ini hanyalah saluran  imajinasiku semata, entah bagaimana alurnya kalian sendiri yang menilai. Well, untuk tokohnya aku pake namaku sendiri..

Cast : Febby, Alling, El, Kim Jongin, Park Chanyeol, Do Kyung Soo.

Bab 1
Malam kian larut, Febby menaiki anak tangga untuk menuju rumahnya. Agar sampai di rumahnya gadis itu harus melewati jalan yang sedikitt mendaki mengingat rumah-rumah penduduk berada dibagian atas, dengan tenang ia tertap berjalan sembari menguyah permen karet yang kini sudah terasa hambar didalam mulutnya. 
Febby membuka pintu gerbang rumahnya, langkahnya terhenti ketika melihat pintu rumah terbuka lebar, padahal ini sudah menunjukan pukul 12 malam.  Bukannya khawatri karena pintu rumah yang terbuka lebar akan mengundang siapa saja yang berniat mencuri, Febby malah  mendengus. Rupanya kakaknya telah pulang kerumah setelah 2 hari tidak pulang-pulang, pikir febby saat melihat sepasang high hils yang tergeletak sembarangan didekat pintu serta sepasang sepatu pria disebelahnya,  dengan satu hentakan febby berjalan cepat kedalam rumah.
Benar dugaannya, kakaknya telah pulang. Namun susasana dihadapannya membuat febby muak. Kakak perempuannya sedang asyik bercumbu disofa ruang tamu dengan seorang pria yang tidak febby kenal, nampaknya Sunny tidak menyadari kehadiran Febby.
Febby geram melihat pemandangan didepannya. Kemudian sebuah gelas yang tampaknya berisi minuman beralkhol yang setengahnya telah diminum menjadi incaran febby.  Febby meraih gelas itu dan dengan satu gerakan cepat secara vertikal mampu membuat gelas berbahan kaca tersebut pecah berkeping-keping saat menghantam keramik.
Sunny menyadari kehadiran Febby saat mendengar suara pecahan gelas yang beradu dengan keramik, serta merta Sunny melepas pelukan dan ciumannya dengan Pria yang ia temui dibar 3 jam yang lalu.
“Febby,” hanya itu kata yang terucap dari mulut Sunny. Suara Sunny parau dan terdegnar bagaikan bisikan.
Febby menatap kakaknya dengan tatapan campur aduk antara kesal, marah, kecewa dan sedih. Semuanya bercampur dalam balutan emosi yang terpancar jelas dari wajah dan sikap tubuh gadis berusia 20 tahun itu. Bahu febby naik turun, nafasnya terengah karena menahan amarah, detik berikutnya muncul cairan bening yang mengalir dikedua pipinya.
Sesaat suasana menjadi hening, sampai akhirnya Febby meninggalkan Sunny. Ia lebih memilih untuk pergi keluar rumah dari pada harus bermalam dirumahnya sendiri. Ia merasa jijik untuk tidur dirumahnya walau hanya semalam, dan ia merasa jijik mempunya kakak seperti Sunny. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Febby sekarang.
Sepeninggal Febby, dirumah itu tinggalah Sunny dan seorang pria yang bernama Tae Jun, dalam beberapa saat mereka terdiam dengan posisi yang sama saat Febby meninggalkan rumah, Sunny dengan posisi berdiri menghadap pintu  sedang Tae Jun duduk bersender dibahu sofa. Kemudian Tae Jun, mengakhiri suasana canggung yang sempat terjadi dengan memeluk pinggang Sunny. Tae Jun menyuruh Sunny untuk melanjutkan aktifitas mereka yang sempat terhenti dan tanpa pikir panjang Sunny menurutinya.
Febby berjalan setengah berlari seraya mengelap air mata yang jatuh kepipinya dengan punggung tangannya. Ia benar-benar kesal dengan sifat kakaknya itu,  semenjak kepergian kedua orang tuanya, ia bersama dengan Sunny harus kerja keras banting tulang demi melanjtkan hidup. Mereka bekerja keras semata-mata bukan untuk melanjutkan hidup, melainkan untuk membayar hutang – hutang yang ditinggalkan kedua orang tua mereka. Sebenarnya ayah Febby masih ada, namun semenjak ibunya meninggal karena penyakit gagal jantung yang dideritanya. Sebulan setelah kematian ibunya, ayahnya pergi meninggalkan mereka berdua dengan sisa-sisa hutang yang ditinggalkannya. Saat itu febby baru berumur 14 tahun, namun 2 tahun setelah ayahnya meninggalkan mereka, Sunny jarang pulang kerumah, gadis itu seperti tidak memperdulikan adiknya lagi. Ia selalu sibuk dengan teman kencannya yang selalu berbeda setiap malam, dan itu membuat Febby semakin kesepian dan semakin membenci kakaknya. Hanya ada seorang teman yang selalu menemaninya dikala febby dilanda rasa sedih, dia adalah Jongin. Pemuda tinggi yang seumuran dengannya. Mereka sudah berteman semenjak duduk dibangku sekolah dasar.
Febby menatap sungai Han, tatapannya terlihat kosong. Angin malam dengan bebas menerpa rambut depan febby yang sedikit keluar dari kunciran ekor kudanya.  Sesekali ia terisak dengan sisa-sisa air mata yang masih membekas dipipinya.
“untukmu,” sebuah suara menyadarkan febby. Gadis itu menoleh kesamping. Didapatinya Jongin duduk disebelahnya entah sejak kapan. Ditangan pemuda itu, terdapat dua buah kotak susu. Yang satu untuk febby dan yang satunya lagi tentu saja untuk dirinya.
Febby tersenyum, ia pun menerima sekotak susu yang diberikan Jongin. Lalu meneguknya sampai habis.
Jongin mengamatinya.
“Kau ada masalah?”
Febby diam, hanya menatap lurus kedepan. Lalu menunduk dalam-dalam. Semakin dalam, hingga Jongin melihat bahu gadis itu bergerak naik turun. Gadis itu kembali terisak dalam diam. Jongin tidak butuh jawaban Febby, karena ia tau jawabannya. Ya, gadis ini  sedang mempunyai masalah. Sebenarnya Jongin sangat mengenal febby, gadis itu jarang menangis kalau tidak sedang berada dalam masalah. Maka tangan Jongin terulur merengkuh badan Febby. Pemuda itu memeluk Febby dengan erat. Jongin hanya ingin memberi kekuatan untuk teman sejak kecilnya itu lewat sebuah pelukan.
****
Jika kehidupan dapat diibaratkan dengan sesuatu, maka uang adalah sesuatu yang tepat untuk diibaratkan dengan kehidupan, dimana uang memiliki dua sisi yang berbeda, begitupun  dengan kehidupan, memiliki sisi yang berbeda pula.
Berbeda dengan Febby.  Jang Alling, seorang gadis yang  sejak ia dilahirkan kedunia telah memiliki segalanya.  Kekayaan, kasih sayang, serta keluarga yang utuh membuat ia tumbuh menjadi gadis yang sopan serta lemah lembut. Kekayaan orang tuanya tidak menjadikannya gadis yang sombong, ia tetap menjadi gadis yang sederhana.
Alling cukup bahagia menjalani kehidupannya.  seperti saat ini, ia tengah menikmati waktu makan malam bersama dengan kedua orang tuanya. Suasana hangat serta rasa kekeluargaan begitu kental terasa diruang makan dengan dekorasi minimalis modern ini.
“Alling, minggu depan ayah dan ibumu akan keparis untuk bertemu kliean ayah disana. Rencananya kita sekalian liburan disana selama 2 minggu. Apa kau bersedia ikut dengan kami?”  sang ayah menawari Alling untuk berlibur keparis usai menikmati santap malam mereka, sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga Jang untuk menghabiskan waktu ataupun saling bertukar cerita dimeja makan usai menyantap makan malam.
Dalam kondisi normal, sudah pasti Alling akan menerima tawaran ayahnya itu. namun, ia teringat kalau seminggu lagi akan diadakan ujian tengah semester dikampusnya sehingga ia harus menolak tawaran ayahnya dengan berat hati. Walaupun sedikit kecewa dengan penolakan putrinya untuk berlibur, tuan Jang menjanjikan Alling utuk pergi ke Hawaii saat libur natal bulan depan. Tentu saja Alling sangat senang mendengarnya. Liburan bersama kedua orang tuanya adalah hal yang paling membahagiakan untuk Alling.
Usai makan malam, Alling kembali kekamarnya.
Dikamarnya, gadis berambut hitam pekat tersebut mengambil sesuatu yang ia simpan dilaci meja belajarnya, sesuatu berupa kotak putih berbentuk persegi. Didalam kotak itu terdapat sebuah bros berebentuk bunga matahari yang ia persiapkan sebagai kado ulang tahun sahabatnya  yang bernama El. Alling tersenyum simpul saat melihat permata ditengah bunga matahari itu berkilau saat tertimpa cahaya lampu kamar.
“El pasti menyukainya,” gumamnya penuh harap, kemudian Alling memasukan kembali kotak itu kedalam laci. Saat memasukan kotak, pandangannya bertumpu pada sebuah benda perak yang berkilauan didalam laci. Sebuah kalung perak berliontin bunga matahri. Namun, ia tidak berniat untuk mengambilnya. Hanya melihat sekilas, lalu kembali menutup laci tersebut rapat-rapat.
Hari sudah menunjukan pukul 11 malam, sudah saatnya Alling untuk tidur karena kedua matanya telah mengantuk. Gadis itu beranjak ke tempat tidur berukuran king size, didambilnya posisi ternyaman sebelum akhirnya kedua mata gadis itu terpejam dan memasuki alam mimpi.
****
Febby baru kembali kerumah pukul 5 dini hari, setelah semalaman ia menghabiskan waktu bersama Joongin, ditepi sungai Han. Walaupun tidak tidur semalam, mata Febby tidak mengantuk. Ia balik kerumah karena ingin mandi dan ganti baju serta istirahat sejenak. Karena jam 9 nanti ia ada kuliah.
Suasana rumah terlihat sepi, hanya ada bau alcohol yang memenuhi ruang tamu. Febby benci dengan bau alcohol. Dengan cepat ia berjalan kearah kamarnya yang berada dilantai dua.  Setelah masuk kamar, ia mengunci pintu kamarnya.
Febby menjatuhkan diri di tempat tidurnya dengan posisi tengkurap. Sungguh ia sangat lelah. Empat tahun berlalu dengan hidup seperti ini. Tidak ada tujuan untuk apa ia hidup, serta merasa tidak diterima oleh siapapun, bahkan oleh ayah dan kakak kandungnya sendiri. Gadis itu haus akan kasih sayang yang seharusnya ia terima dimasa remajanya sehingga ia tumbuh menjadi karakter berhati dingin, bersikap cuek dan sulit untuk percaya kepada siapapun. Bahkan saat SMA ia tidak memiliki teman sama sekali disekolahnya selain Jongin.  Hanya Jongin, hanya Jongin yang tidak menjauhinya.
          *****
Kampus yang terletak dikawasan Seoul itu berdiri kokoh dengan bangunannya yang megah. Beberapa mahasiswa tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Sebuah sedan putih melintasi areal parkir Seoul National University. Jang Alling, si pengendara sedan putih itu keluar dari dalam mobil usai memarkirkan mobilnya.
Gadis itu berjalan menuju gedung utama kampus, saat berada dipelataran kedung kampus, gadis itu disambut oleh  sahabatnya El. El tidak sendirian ada Kyung Soo disampingnya.
“Annyeong Alling-ah,” Sapa El.
“Annyeong,” Alling membalas dengan ramah. Mereka bertiga tetap berjalan menuju bagian dalam gedung utama kampus.  “Hari ini kau tampak bahagia El,” lanjut Alling, pandangannya jatuh pada jemari El dan Kyung Soo yang saling bertautan disisi tubuh mereka. “ah jangan bilang kalian berdua
“Ya, kami berdua resmi pacaran hari ini,”  Sebelum Alling menyelesaikan asumsinya, perkataanya lebih dulu dipotong El. El mengakuinya secara gamblang. Raut wajahnya mewakilkan perasaannya yang sedang bahagia.  Melihat itu, Alling ikut berbahagia. Pasalnya Kyung Soo adalah pemuda baik hati serta memiliki pribadi yang lembut, sehingga sangat cocok jika disamdingkan dengan El yang sudah sejak lama menyimpan perasaan terhadap Kyung Soo.
“Bagaimana usai kuliah nanti kita mampir ke coffie shop, aku  ingin merayakan hari jadiku dengan El,” Kali ini Kyung Soo yang bersuara.
“Aku yang traktir,” El menambahkan.
“Oke,” jawab Alling seraya mempertemukan telunjuk dengan ibu jarinya sehingga membentuk sebuah lingkaran. Lalu, gadis itu berjalan mendahului El dan Kyung Soo. Hari ini Alling mengambil mata kuliah umum, sehingga pagi ini ia tidak bisa menghabiskan waktu dengan El dan juga Kyung Soo yang tidak mengambil mata kuliah umum.
El dan Kyung Soo berjalan di lorong kampus, mereka hendak pergi kekantin sembari menunggu jam kosong karena hari ini mereka akan memulai kuliah jam 11 nanti. El berjalan seraya mengamit lengan Kyung Soo. Pasangan ini terlihat sangat mesra.
Tap, tap, tap.
Suara langkah kaki yang terburu-terburu terdengar dilorong kampus yang sepi. Langkah terburu-buru itu semakin mendekat kearah  pasangan yang tengah berjalan dengan lambat.
Tap, tap, tap.
Semakin mendekat.
Bruk.
El terjatuh dilantai dengan posisi terduduk. Sedang Kyung Soo tetap berdiri karena masih bisa menjaga keseimbangan tubuhnya. Lalu dengan sigap Kyung Soo membantu El berdiri. Keduanya lalu menatap seseorang yang menjadi pemicu tabrakan. Seseorang itu juga terjatuh, tetapi kini sudah kembali berdiri dengan posisi tegak seraya mengibas-ngibaskan topi berbahan jeans belel lalu memakaikannya kembali dikepalanya.
El menatap gadis bertopi itu dengan tatapan sengit. Pasalnya ia tidak terima terdorong hingga jatuh kelantai. Gadis itu juga tidak kalah sengitnya menatap El dan juga Kyung Soo.
“Ayo minta maaf!” perintah El.
“Ck,,” Gadis bernama Febby itu malah tersenyum megejek. “Seperti tidak ada tempat lain saja untuk  ber-mes-ra-an,” ucap Febby dengan penuh penekanan di akhir kalimat.  Lalu Febby berjalan mendekati Kyung Soo. Wajahnya menengadah menatap tajam mata Kyung Soo. El yang melihatnya buru-buru menjauhkan Febby dari Kyung Soo dengan cara mendorong kasar bahu gadis itu.
Febby sedikit terhuyung kebelakang. Tatapannya kini beralih dari Kyung Soo ke El.
Gadis itu bersedekap menatap El tak kalah tajam saat ia menatap Kyung Soo.
“Aku tidak mau minta maaf!” ucapnya pelan hampir menyerupai bisikan namun tegas.
El semakin emosi. Tangannya yang terjuntai dikedua sisi tubuhnya terkepal. Ia meremas ujung dressnya.
Febby berjalam mundur beberapa langkah, sudut bibirnya terangkat penuh kemenangan. Seakan senang melihat lawan bicaranya menunjukan emosi. Setelah berhasil membuat jarak antara dirinya dengan El dan juga Kyung Soo, Febby berbalik meninggalkan El dan Kyung Soo.
“Ya!!! Dasar kau gadis brengsek! Cepat minta maaf pada kami, Ya!” Teriak El penuh emosi.
Febby menyeringai mendengar umpatan serta teriakan El. Kemudian ia berkata dengan suara yang sengaja dikerasakan “Aigoo, sepertinya udara disini panas,”
El dan Kyung Soo dapat mendengar apa yang dikatakan Febby barusan.
“Ya! Kau!” Teriak El. El berusaha mengejar Febby. Rasanya ingin ia menjambak dan menampar gadis itu. Sungguh El baru pertama kali bertemu dengan orang seperti itu, yang tidak tau sopan santun. Sudah jelas salah, tidak mau minta maaf. Baru selangkah untuk mengejar Febby, pergelangan kakinya serasa nyeri.
“argh,” rintih El.
Kyung Soo yang berdiri disamping El, menahan tubuh El yang sedikit oleng. Lalu, Kyung Soo memegang bahu El dan melingkarkan tangan El disisi lehernya. Kyung Soo memapah El.
“Sepertinya kakimu terkilir saat terjatuh tadi,” Kyung Soo membantu El berjalan kearah kursi kayu yang berada tidak jauh dari mereka.
“Kurasa begitu,”
Kyung Soo mendudukan el disalah satu kursi kayu, dan dengan hati-hati  mencoba melepaskan sepasang High hils berwarna soft pink yang terpasang dikaki El.
“Auww,” rintih El sekali lagi.
“Maaf sayang,” Kyung Soo sedikit terkejut. “aku akan melakukannya lebih pelan lagi agar kakimu tidak sakit.”
 “Tidak apa-apa,” El menatap Kyung Soo yang sedang berlutut dihadapannya. El tersenyum melihat Kyung Soo yang mengkhawatirkan dirinya.
“Sayang, sebaiknya kita ke UKS untuk mengobati kakimu. Pergelangan kakimu lecet,”
El menurut, dengan bantuan Kyung Soo yang memapahnya. Mereka memutuskan untuk pergi ke UKS terlebih dahulu sebelum kekantin.
Alling mencatat materi yang dianggapnya penting kedalam file. Tulisan tanganya sangat rapi. Sesekali ia manggut-manggut saat mendengarkan dosen berbicara mengenai struktur tata Bahasa Jepang.
Detik berikutnya, pintu yang berada diujung ruangan terbuka. Sang dosen menghentikan kegiatan mengajarnya sejenak.  Begitupun dengan mahasiswa yang tengah mengikuti perkuliahan sang dosen. Febby yang saat ini menjadi pusat perhatian dengan kikuk berjalan kearah meja para mahasiswa hendak mengikuti perkuliahan.
Namun, sebelumnya Febby harus berhadapan dulu dengan sang dosen dan menjelaskan mengenai perihal keterlambatanya 15 menit dari waktu yang telah dijadwalkan.
“m-maaf, saya terlambat. Tadi
“Keluar!” Sang dosen memerintah dengan suara lantang. Jelas ia tidak ingin mendengar apapun penjelasan dari mahasiswa dihadapannya. Pria berusia lanjut ini sangat menjunjung tinggi kedisiplinan, sehingga ia sangat tidak menyukai jika mahasiswanya terlambat.
Febby mendunduk, sebagai permintaan maafnya ia membungkuk kepada sang dosen sebelum akhirnya melangkah keluar dari ruang kelas itu.  Febby menutup pintu yang menjadi pembatas antara ruang kelas dengan lorong. Ia mengakui kesalahanya karena tadi sempat tertidur dikamarnya karena kelelahan dan baru bangun saat jam menunjukan pukul 09.40.  Menyisakan waktu 20 menit untuk bersiap-siap dan sampai dikampus. Lalu, ingatannya kembali  saat ia menabrak sepasang sejoli yang tengah berjalan sambil bermesraan dilorong tadi. Febby semakin menyalahkan mereka yang menyebabkan ia terlambat untuk mengikuti perkuliahan.
“Sial,” makinya. 
Suasana ruang kuliah yang sempat tegang, kembali normal. Sang dosen melanjutkan materi yang sempat terhenti begitu juga dengan Alling. Gadis itu kembali mencatat pada filenya. Disela-sela kegiatan mencatat, ponsel Alling bergetar. Alling memperhatikan dosennya terlebih dahulu, takut kalau tertangkap basah sedang tidak memperhatikan sang dosen. Setelah dirasa aman karena sang dosen memunggunganya menghadap layar LCD, Alling membuka pesan masuk yang dikirimkan oleh El.
Alling-ah. Setelah kuliahmu berakhir temui kami dikantin
Alling segera membalas ‘oke’ dan kembali menyimak sang dosen sebelum ketahuan kalau ia sempat bermain dengan ponsel.
****
Park Chanyeol, memasuki areal kantin kampus dengan tas yang disampirkan dipunggungnya. Matanya bergerak kesana kemari mencari seseorang, lebih tepatnya teman-temannya.
Matanya berhenti pada satu titik disebuah meja yang terletak disudut dekat jendela. Sudut bibirnya terangkat, samar-samar menciptakan lesung pipi di salah satu bagain pipinya.
“yo.yo what’s up,”  Sapa Chanyeol pada El  dan Kyung Soo.
Chanyeol mengambil posisi duduk berhadapan dengan Kyung Soo.
“Mana Alling?” Chanyeol menyadari bahwa Alling tidak bersama mereka.
“Alling masih ada kuliah, tapi aku sudah memberitahukannya kalau ia sudah selelsai kuliah agar menemui kita dikantin,” jawab el.
Chanyeol mengangguk.
Tak lama setelah itu, Alling datang menghampiri mereka. Kedatangannya disambut hangat oleh teman-temannya.  Alling duduk disebelah Chanyeol berhadapan dengan El.
“Alling, kau ingin memesan apa? Biar sekalian aku yang pesan,”
Alling menoleh kearah Chanyeol. “Aku pesan spaghetti dan minumnya milk shake strawberry,”
“Baiklah, kalian berdua tidak ingin pesan lagi?” Tanya Chanyeol pada Kyung Soo dan El.
“Tidak, kami sudah cukup memesan ini,” Kyung Soo menjawab dan mengarahkan pandangannya pada 2 sandwich yang masih tersisa setengahnya dimeja mereka.
“Oke,” Chanyeol meninggalkan mereka bertiga untuk memesan makanan.
“jadi, bagaimana kalian bisa pacaran?” Tanya Alling memulai sesi wawancara perihal hungungan El dengan KyungSoo.
“itu…” jawab El malu-malu. Lalu menoleh kearah Kyung Soo. Lewat tatapan mata El bertanya pada Kyung Soo apakah harus menceritakannya pada Alling atau tidak. Sebagai jawaban Kyung Soo hanya mengangkat bahu  sebagai tanda terserah lalu tersenyum  pada El.
“hmm kau tau semalam Kyung Soo menculikku dirumah, lalu membawaku ke namsan tower dan dia mengajakku untuk membeli gembok beserta kuncinya. Lalu menyuruhku  menuliskan seseuatu digembok itu, dan kau tau apa yang harus aku tulis disana saat itu?”
Alling menggeleng.
“Astaga, entah ini karena kecerobohan ku atau apa. Kyung Soo menyuruhku untuk menulis ‘Aku mencintaimu Kyung Soo, mulai saat ini aku menjadi milikmu karena kita memiliki perasaan yang sama. Kita selamanya,’ “ El mengutip kalimat yang ia tulis semalam. Lalu kembali melanjutkan. “dan kau tau apa alasan ia menyuruhku menulis seperti itu? alasannya karena buku ini,” El menunjukan buku kecil seperti buku diary dengan sampul berwarna pink. Alling mengetahui buku itu milik El, karena temannya itu sangat suka menulis diary dan selalu membawa diary itu kemanapun ia pergi. El selalu menumpahkan isi hatinya kedalam diary tersebut.
Alling ingat kalau diary yang berada ditangan El itu sempat hilang sejak 3 hari yang lalu, dan itu membuat El resah karena tidak menemukan diarynya.
“Kau temukan dimana bukunya?”
El berpaling kearah Kyung Soo.
“Kyung Soo yang menemukannya?”
El mengangguk lalu kembali bercerita “Kyung Soo menemukannnya terjatuh saat aku terburu-buru meninggalkan kelas 3 hari yang lalu. Kyung Soo membaca semuanya, membaca semua perasaanku yang tertulis didalam diary itu, secara tidak langsung diary itu mengungkapkan perasaanku pada Kyung Soo yang ternyata juga memiliki perasaan yang sama kepadaku. Selama ini aku terlalu takut untuk menyatakannya, karena aku takut Kyung Soo akan menolak perasaanku. Tapi semua itu sudah berakhir rasa takut itu telah sirna, karena pada kenyataannya Kyung Soo juga mencintaiku,” El mengakhirinya dengan mengenggam punggung tangan Kyung Soo. Kyung Soo membelas genggaman El.
Alling tersenyum mendengar cerita El, ia senang melihat El akhirnya bisa bersama dengan Kyung Soo. Karena selain pada diary, terkadang El juga mencurahkan isi hatinya kepada Alling dengan topik yang selalu sama yaitu Kyung Soo.
Chanyeol kembali diwaktu yang tepat dengan membawa nampan yang berisi makanan serta minuman pesanan alling dan pesanannya sendiri.  Chanyeol sendiri belum mengetahui berita terbaru tentang hubungan Kyung Soo dan juga El jadi dia bersikap biasa-biasa saja. Sementara El, melalui pandangan matanya menyuruh Alling untuk tutup mulut soal apa yang dikatakannya tadi, karena jika Chanyeol tau, maka Chanyeol akan meledeknya. El berencana memberi tahu hubungannya dengan Kyung Soo saat mereka berkumpul dicoffie shop nanti.
Kemudian mereka berempat menyantap makanan masing-masing untuk mengganjal perut mereka sebelum memulai perkuliahan jam 11 nanti.
****
Disinilah Febby saat ini. Duduk bersender di bangku taman yang sudah disdiakan oleh pihak kampus. Usai diusir oleh dosen pengampu mata kuliah bahasa jepang tadi, febby memutuskan untuk diam seorang diri ditaman kampus.
Gadis itu sudah tidak mood lagi untuk melanjutkan kuliah berikutnya, sehingga lebih memilih menikmati segarnya udara taman kampus dan menikmati semilir angin yang berhembus menerpa kulit wajahnya.
Sebenarnya Febby menyadari tatapan beberapa mahasiswa yg hilir mudik didepannya ditunjukan kepadanya. Tidak hanya sekadar menatap, beberapa mahasiswa ataupun mahasiswi yang berjalan bergerombol saling berbisik satu sama lain. Febby tau yang mereka bicarakan adalah dirinya, tentunya yang dibicarakan adalah hal-hal negatif seputar dirinya. Beberapa mahasiswa yang lewat adalah mahasiswa yang mengikuti kelas yang sama dengan Febby tadi.
Febby menghela napas panjang. Hal ini sudah biasa terjadi, sehingga dia menyikapinya dengan cuek dan seolah tidak terjadi apa-apa. Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Kim Jongin tertera dilayar ponsel, Febby segera mengusap tombol hijau dilayar ponselnya.
"Ya, Jongin ada apa?"
"Febby, kau ada kuliah?"
"Tidak kenapa?"
"Bisakah kau ke coffie shop sekarang? Min Ji tidak masuk hari ini, dan kau bisakah menggantikan siftnya hari ini?"
Hening,
Febby memang bekerja part time sebagai pelayan di coffie shop bersama dengan Jongin, dan memang hari ini ia tidak ada kuliah. Lebih tepatnya tidak mengikuti kuliah.
“Baiklah, aku akam kesana sekarang,” jawabnya setelah hening beberapa saat. Kemudian gadis itu mengakhiri sambungan telepon. Febby memasukan ponselnya kedalam tas selempangnya lalu beranjak meninggalkan kampus.
Tidak butuh waktu lama bagi febby untuk  tiba dicoffie shop, disana Jongin telah menunggunya. Langsung saja Febby menuju ruang ganti khusus karyawan wanita. Setelah selesai berganti pakaian khusus seragam karyawan, Febby segera mengambil alih tugas Min Ji mengantar pesanan para pelanggan. Hari ini pelanggan cukup ramai, mungkin karena hampir memasuki akhir pekan.
Dua jam telah berlalu,
Jongin menemui Febby yang tengah sibuk membereskan meja yang telah ditinggalkan pelanggan.
“Febby-ah,” Panggil Jongin.
“Ne,” jawab Febby tanpa menghentikan sejenak pekerjaannya.
“Sebaiknya kau istirahat, sudah dua jam kau bekerja non stop melayani pelanggan. Lagi pula sift Min Ji telah berakhir,”
Febby menghentikan pergerakan tangannya yang sedang mengelap meja, kemudian gadis itu memandang Jongin yang berdiri disampingnya.
“Tidak perlu, aku akan melanjutkan siftku setelah ini,”
Febby mengambil lap meja serta vakum cleaner yang berada diatas meja dan hendak mengembalikan alat-alat pembersih itu diruang pembersih ketika Jongin mencegah langkahnya dengan menahan lengan gadis itu.
“Apa kau tidak terlalu memaksakan diri? Bukankah semalaman kau tidak tidur?”
Febby megamati keadaan disekitarnya, berharap tidak ada pelanggan yang memperhatikan dirinya dengan Jongin, dan sesuai harapannya tidak ada yang memperhatikan mereka. Febby melepas tangan yang mencengkram lengannya.
“Jongin-ah, kau tau aku sangat butuh uang untuk,,, untuk membayar hutang-hutang ayahku,” suaranya melunak “Jadi kumohon, biarkan aku melakukan apa yang aku inginkan,” pinta febby, lalu berjalan meninggalkan Jongin yang terdiam ditempatnya.
          Entah apa yang ada dipikirannya, Jongin memperhatilan Febby sampai gadis itu menghilang dibalik pintu ruang pembersih.
***
Alling, Chanyeol, Kyung Soo dan Juga El memasuki Coffie Shop. Mereka mengambil tempat disudut ruangan yang bersebelahan dengan jendela besar yang menghadap kearah luar. Alling dan juga El mengambil alih memesan minuman untuk mereka berempat sementara Chanyeol dan Kyung Soo menunggu ditempat.
“Tiga Americano dan..” El menyikut lengan Alling yang terlihat sedang tidak fokus.
“Kau pesan apa?” tanyanya setengah berbisik kepada Alling.
“Ng, Cappucino,” jawab Alling
“Tiga Americano dan satu cappucino,” Ulang El kepada wanita penjaga kasir.
“ Semuanya 16200 Won,” Ujar wanita penjaga kasir.
El membayar pesanannya, sesuai janjinya ia mentarktir Alling, Chanyeol dan juga Kyung Soo.
“Pesanannya akan diantarkan nanti, terimakasih,” Sang penjaga kasir tersenyum ramah seraya memberikan struk belanja kepada El.
El dan Aliing menuju meja.
Saat berjalan kearah meja, Alling menyadari ada yang aneh dari langkah El yang sedikit pincang.
“Ada apa dengan kakimu El? Kenapa kau berjalan seperti itu?”
“Kakiku tadi terkilir,” jawab El singkat tidak ingin mengungkit masalah tadi pagi. Alling mengangguk, sebenarnya ia ingin bertanya lebih banyak lagi, tapi ia menangkap sikap El yang enggan bercerita soal kakinya.
El berjalan lebih dulu kearah meja.
“Chanyeol-ah, sebenarnya ada kabar gembia yang ingin aku beritahukan kepadamu,” ungkap El saat mereka telah berkumpul bersama dimeja sudut ruangan.
“Woah kabar gembira? Kabar gembira apa?” Tanya Chanyeol penasaran. Wajahnya sumringah.
“hmm. Kami berdua resmi berpacaran,” terang El seraya memperlihatkan tangannya dengan Kyung Soo yang saling bergandengan diatas meja.
“Woahh, ini benar-benar kabar gembira, salah satu diantara kita ada yang berpacaran, Kyung Soo-ah selamat ya, kau hebat. Kau berhasil mendahuluiku mempunyai seorang kekasih,”
Kyung Soo hanya tertawa memperlihatkan deretan giginya yang rapih.
“Sebaiknya kau cepat-cepat memiliki pacar Chanyeol, agar kau tidak iri denganku,” Kyung Soo memberikan saran, matanya mengarah pada Alling. Alling yang menjadi sasaran mata Kyung Soo, sontak bersuara.
“Ya! Kenapa kau melihatku seperti itu,eoh?”
“Bro, kau harus cepat-cepat mengungkapkan perasaanmu pada Alling agar kau tidak didahului laki-laki lain,” Kyung Soo berbicara dengan nada sok bijaksana.
“Sepertinya kau salah pengertian Kyung Soo, aku dan Alling hanya sebatas teman, tidak lebih.”
“Lagi pula, Chanyeol bukan tipeku,haha” Alling menyanggah disertai tawa.
“Memangnya tipe mu seperti apa,hah?” merasa tersindir, Chanyeol bertanya dengan suara agak keras.
El tertawa melihat kelakuan kedua temannya itu.
“Tipe ku seperti,,,” Alling tidak melanjutkan kalimatnya. Karena matanya bertemu dengan sepasang mata cokelat milik seorang pemuda berseragam pelayan yang tengah mengantarkan pesanan. Mata mereka hanya berserobok sesaat.
“Pokonya tipeku itu pria tinggi dan tampan,” ucap Aliing asal-asalan. Jantungnya berdegup tak karuan.
“Memangnya aku bukan pria tinggi dan tampan?” Sungut Chanyeol.
“Maaf menunggu lama. Ini pesanan kalian,” Seorang pelayan mengantarkan pesanan Alling dan kawan-kawan. Senyum  pelayan itu hilang ketika menyadari dua pelanggannya itu adalah sepasang sejoli penyebab keterlambatannya tadi pagi.
Sama dengan halnya El, awalnya senyum menghiasi wajahnya. Namun, senyuman itu pudar tak membekas diwajahnya saat menyadari pelayan itu adalah Febby. El baru tau kalau gadis itu bernama Febby saat melihat name tag yang tersemat didada bagian kiri Febby.
Seketika emosi El yang sempat tertahan, meluap kepermukaan. Dengan sigap El menumpahkan Americano keseragam Febby. Alling, Chanyeol, dan juga Kyung Soo dibuat terkejut oleh sikap El.
Sedangkan Febby hanya diam mematung ditempatnya, ia tidak tau harus berbuat apa. Ingin membalas tapi takut membuat keributan yang membuat ia terancam dipecat dari pekerjaannya.
Salah satu pelayan bernama Seung-ah menghampiri Febby,
“Astaga Febby, kau tidak apa-apa?” Seung-ah terkejut melihat kondisi Febby, seragamnya yang berwarna putih kini bagian depannya didominasi warna cokelat gelap akibat tumpahan Americano.
“tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya,” Febby menyuruh Seung-ah untuk kembali pada pekerjaannya.
Febby mengelap meja yang terkena tumpahan Americano,
Alling, Kyung Soo dan juga Chanyeol terdiam karena merasa tidak enak kepada Febby, sementara El tersenyum sinis. Belum cukup sampai disitu, El kembali menumpahkan secangkir Americano milik Kyung Soo kerambut Febby, Febby sedikit menjerit akibat tumpahan Americano yang terasa panas saat menyentuh kulit rambut serta wajahnya.
“Hentikan El!”
Kyung Soo dengan cepat menahan tangan El, ia mengambil alih cangkir ditangan El dan menaruhnya kembali dimeja.
El menoleh kearah Kyung Soo.
“Kenapa? Tanyanya, “dia yang membuat kakiku seperti ini Kyungie”
“Tapi,” Kyung Soo tidak melanjutkan kalimatnya. Ia tidak ingin El membencinya karena sebenarnya ia ingin membela pelayan itu.
“Kau! lihat apa yang kau lakukan pada kakiku, itu adalah balasan untukmu. Menyedihkan sekali dirimu. Dikampus tidak memiliki seorang teman, oh ya aku dengar kakakmu seorang pelacur ya?” Entah mengapa El bisa berkata seperti itu, ia sendiri sedikit terkejut dengan kata-kata yang baru saja ia lontarkan.
Febby yang dari tadi menunduk, kini menatap el tajam. Ia meremas kain lap yang sedari tadi dipegangnya lalu menghempaskan kain lap itu kemeja  kafe berbahan porselen.
“Jaga mulutmu! Tidak sepantasnya kau berbicara seperti itu terhadap kakakku!” Febby menyerang El, gadis itu mendorong El hingga terjatuh kesofa dan menjambaki rambut  El. El tak ingin kalah, ia juga balik membalas menjabaki rambut Febby.  Febby tidak peduli lagi kalau perbuatannya kali ini menimbulkan keributan.
Kyung Soo berusaha melerai pertengkaran kedua gadis itu. Tapi keduanya tetap kekeuh saling menjambak satu sama lain. Tanpa sadar meja mereka menjadi pusat perhatian pengunjung lain. Alling dan Chanyeol juga ikut melerai. Alling berusaha menjauhkan badan Febby dari El. Tapi apa yang didapat Alling, gadis itu malah terdorong. Ia terjatuh.
“Kau tidak apa-apa?” salah seorang pelayan membantu Alling berdiri. Pelayan itu?
‘Pelayan itu, pelayan yang memiliki mata indah tadi,’ gumam Alling dalam hati.
Alling tidak sempat menjawab mengenai kondisinya sebelum akhirnya pelayan itu beralih ke Febby berusaha menghentikan pertengkaran antar dua wanita yang sama-sama sedang dilanda emosi.
Chanyeol yang sedikit telat menyadari kalau Alling terdorong hingga terjatuh, menghampiri Alling.
“mereka berdua benar-benar sangar seperti harimau betina,” ungkap Chanyeol.
Alling sedikit tertawa mendengar ucapan Chanyeol. Lalu Chanyeol menyuruh Alling untuk duduk dibangku yang tidak terlalu dekat dari meja mereka. Chanyeol takut kalau Alling menjadi korban salah sasaran lagi.
“Febby Hentikan!” Jongin menarik tubuh Febby.
Pertengkaran antara Febby dan El berhasil dihentikan. Keduanya, berpenampilan sangat berantakan.
El masih menatap tajam kearah Febby, ia benar-benar merasa dipermalukan. Namun Kyung Soo yang menahan tubuhnya, membuatnya enggan untuk ‘menyerang’ Febby kembali.
Jongin segera menyeret Febby untuk masuk keruang khusus karyawan, pemuda itu tidak ingin terjadi keributan lagi.
“Jongin, lepaskan! Aku harus memberi pelajaran kepada perempuan itu!” Febby berusaha melepas cengkraman Jongin dikedua bahunya.
“Jongin lepaskan aku!”
“Diam Febby!!!” Bentak Jongin saat mereka berada diruang karyawan.
Febby seketika terdiam karena tidak menyangka Jongin akan membentaknya.
“kau tetap disini, aku akan kembali,”
Jongin keluar ruangan, meninggalkan Febby seorang diri diruangan itu.

“Maafkan kami, maafkan kelakukan salah satu teman kami, maafkan kami,” Jongin sebagai ketua pelayan mewakili Febby meminta maaf kepada El, Alling, Kyung Soo dan juga Chanyeol. Suasana kafe sudah mulai berjalan normal, tidak ada lagi pengunjung yang bergerombol mengitari satu tempat diruangan itu.
Jongin membungkuk 90 derajat. Saat kembali tegak. Ia menatap gadis berambut hitam pekat dengan bandana putih yang menghiasi rambutnya. Sadar kalau Alling sedang ditatap, gadis itu mengalihkan pandangannya kearah Jendela. Berusaha menghindari tatapan pemuda bernama Jongin itu. Sedangkan El terisak dipelukan Kyung Soo, dengan sabar Kyung Soo mengusap punggung El agar gadisnya merasa lebih tenang. Sementara Chanyeol menjadi juru bicara mereka.
“Tidak apa-apa, mewakili teman kami, kami juga minta maaf karena telah menimbulkan keributan dikafe ini. Sebenarnya ini juga bukan sepenuhnya salah pelayan itu,”
Kyung Soo yang mendengar kalimat terakhir Chanyeol mendelik kearah Chanyeol. Ia tidak ingin El disalahkan, karena secara tersirat Chanyeol menyalahkan El.
Setelah meluruskan permasalahan yang terjadi antar kedua belah pihak, walaupun melalui perwakilan. Akhirnya Alling, Chanyeol, Kyung Soo dan juga El memutuskan untuk kembali kerumah masing-masing.
Kyung Soo akan mengantar El dengan mobilnya, Sementara Chanyeol menggunakan mobil Alling, megantar gadis itu kerumahnya. Motornya ia tinggalkan dikampus. Soal dia kembali kekampus dari rumah Alling memakai apa, itu urusan belakangan. Yang terpenting Alling pulang kerumah dengan selamat, karena kondisi temannya itu terlihat sedang tidak baik.
****
Jongin membuka pintu ruang khusus karyawan yang selalu tertutup rapat.  Didalam ruangan itu, Febby duduk meringkuk diatas kursi panjang sembari memeluk kedua lututnya.
“Kau terluka?” tanyanya pada Febby.
Febby bergeming ditempatnya, menatap lantai.
Jongin duduk disebelah Febby, memperhatikan wajah gadis disampingnya. Ia melihat ada luka goresan dipipi Febby. Segera jongin mengambil kotak P3K yang berada diatas lemari disudut ruangan. Tangan Jongin bergerak untuk menyembunyikan luka dipipi Febby dengan plester antiseptic agar tidak terinfeksi. Namun gadis itu menepis tangan Jongin.
“Hentikan, kau tidak usah melakukannya,”
Nada bicara Febby terdengar ketus, Jongin menurutinya, ia membatalkan niatnya untuk mengobati luka Febby.
“Kau sama saja,” ujar Febby. Jongin tidak mengerti apa yang Febby maksud dengan ‘kau sama saja’ memangnya dia sama dengan siapa?
Jongin berusaha untuk tetap tenang, ia tidak akan terpancing emosinya karena menghadapi Febby yang sedang tidak jelas seperti ini.
“Aku hanya ingin menyelamatkanmu, itu saja. Kau tau kan kalau aku tetap membiarkanmu menyerang gadis itu, maka kau bisa saja dipecat dari pekerjaan ini dan aku tidak mau itu terjadi padamu,” Suara Jongin melunak.
“Apa orang-orang melihatku seperti itu? Menilai kalau aku rendah karena kakaku seorang,,” Febby tidak melanjutkan kata-katanya karena ia tidak ingin menyebutkan kata itu. Hatinya perih, sudah jelas semuanya. Semua orang menjauhinya karena kakaknya. Meganggap dirinya rendah karena kakaknya. Orang-orang tidak menganggapnya ada karena kakaknya. Ia harus mengambil semua pekerjaan part time karena kakaknya. Semua karena kakaknya. Ia  sangat membenci kakaknya.
“Tidak semua orang melihatmu dengan kaca mata seperti itu, aku melihatmu sebagai seorang Febby. Tidak lebih dan tidak kurang. Aku melihatmu sebagai Febby yang aku kenal. Aku tidak melihatmu karena bayang-bayang kakakmu, dan kau salah besar kalau berpikiran orang-orang tidak menganggapmu. Justru aku berada disini karena kau ada, karena aku peduli denganmu. Aku sedih kalau melihatmu bersedih, dan aku akan bahagia kalau melihatmu bahagia. Jadi tolong, kau jangan selalu menyalahkan keadaamu. Aku berada disisimu hingga saat ini karena aku peduli denganmu, tersenyumlah untukku dan untuk orang-orang yang menyayangimu,”
Febby terenyuh mendengar penuturan Jongin.  Gadis itu yang semula bersikap keras seperti batu berubah lunak. Bibirnya bergetar berusaha menahan tangis. Ia berusaha untuk tidak menumpahkan cairan bening yang sudah berada dipelupuk matanya.
Jongin memutar tubuhnya kesamping sehingga kini ia berhadapan dengan gadis yang setengah mati menahan air matanya agar tidak keluar.
“menangislah,” ucap Jongin lembut.
Saat itu juga air mata Febby jatuh di kedua pipinya. Gadis itu menangis sesenggukan. Jongin merengkuh tubuh gadis dihadapannya itu kedalam pelukannya. Tidak peduli seragam bagian depannya basah akibat air mata Febby. Jongin hanya ingin menyalurkan kehangatan untuk Febby agar gadis itu nyaman.
***
Chanyeol dan Alling sampai dikediaman keluarga Alling. Rumah mewah itu terlihat asri karena dihalaman depan banyak ditanami tanaman hias sehingga kental dengan suasana hijau.
Rumah Alling sepi, karena kedua orang tuanya sedang berada diluar kota. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga yang telah mengapdi cukup lama dikediaman keluarga Jang. Salah satunya adalah bibi Kim. Wanita berusia 50an itu adalah asisten rumah tangga senior disnin mengingat ia yang paling lama bekerja untuk keluarga Jang sejak Alling masih dalam kandungan.
Chanyeol mengantar Alling kekamarnya, Chanyeol sudah terbiasa keluar masuk kamar Alling, karena ia sendiri sudah mengenal Alling sejak kecil dan lagi pula mereka memiliki hubungan keluarga walaupun bukan hubungan sedarah, mereka adalah sepupu jauh.  Kedua orang tua Alling pun juga sangat mengenal Chanyeol.
“Kau terlihat pucat Alling, apa aku perlu menginap disini untuk menjagamu?” Chanyeol menawarkan kebaikannya.
Alling yang tengah bersender pada senderan tempat tidur menggeleng pelan.
“Tidak usah Chanyeol, lagipula ada bibi Kim yang akan menjagaku disini, kau tidak perlu repot-repot,”
Chanyeol memperhatikan Alling, ia terlihat ragu untuk meninggalkan Alling dirumahnya yang super besar tanpa ada kedua orang tuanya yang menjaganya.
“Baiklah, tapi kalau ada apa-apa segera telpon aku ya?”
Alling mengangguk lemah, wajahnya semakin pucat.
“Alling-ah?” panggil Chanyeol.
“Ng?”
“Biarkan aku menemanimu sampai kau tertidur ya?” pinta Chanyeol
Alling tersenyum. Kemudian gadis itu membaringkan tubuhnya, lalu menutupi sebagian tubuhnya hingga dada dengan selimut. Gadis itu mulai memejamkan matanya.
Sementara Chanyeol duduk bersender pada badan nakas disamping tempat tidur.  Sembari menunggu Alling benar-benar tertidur pulas, Chanyeol menyibukan diri membuka akun SNS-nya dengan iPad milik alling.
2 jam kemudian,
Rupanya Chanyeol tertidur saat tengah asik bermain dengan iPad milik Alling. Pemuda itu terbangun tepat pukul lima sore. Pemuda itu menoleh kearah Alling, Alling masih tertidur pulas dibalik selimut. Chanyeol segera bangkit berdiri dan mengambil jaketnya diujung tempat tidur Alling. Sebelum benar-benar keluar dari kamar Alling, Chanyeol menyempatkan diri untuk menutup pintu geser berbahan kaca yang menjadi penghubung balkon denngan kamar Alling. Chanyeol tidak ingin Alling masuk angin.
****
Alling terbangun dari tidurnya, ia merasa kalau tubuhnya telah membaik. Tidak lagi merasakan pusing seperti sebelumnya. Ia menoleh pada jam weker dimeja nakas samping tempat tidurnya. Pukul 10 malam.
Astaga sudah berapa jam ia tertidur. Ia belum makan dan juga mandi. Alling segera menyambar handuk lalu masuk kedalam kamar mandi yang berada didalam kamarnya. 15 menit kemudian Alling keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah setelah sebelumnya dikeringkan dengan handuk. Gadis itu mencuci rambutnya.
Alling keluar dari kamar dan langsung menuju meja makan, bibi Kim sudah menyiapkan makanan untuk Alling, sebenarnya bibi Kim ingin membangunkan Alling untuk makan, namun wanita itu tidak tega membangukan Alling saat dilihatnya Alling tengah tertidur pulas dikamarnya.
“Makanannya masih hangat nona, ayo cepat diamakan,”  ucap Bibi Kim lembut.
“Terimaksih Bibi Kim, apa bibi ingin makan bersamaku?”
“Bibi sudah makan tadi nona,” bibi Kim menolak secara halus, kemudian wanita paruh baya itu meninggalkan Alling diruang makan.
Alling segera menyantap makanan yang sudah disajikan oleh Bibi Kim.
Usai makan Alling kembali kekamarnya, ia ingin mengecek ponselnya karena sejak bangun dari tidurnya ia belum sempat memegang ponsel.
Alling mengeluarkan benda putih berbentuk persegi dari dalam tasnya. Ada dua pesan serta 1 panggilan tak terjawab, semuanya dari Chanyeol. Kedua pesan tersebut menyanyakan apakah Alling baik-baik saja, dan bagaimana kondisinya saat ini.
Alling segera membalas pesan Chanyeol bahwa ia baik-baik saja. Tak lama kemudian ponsel Alling berbunyi. Chanyeol memanggil.
“ Hallo,”
“Kau sudah makan Alling?” Tanya suara berat diseberang telepon.
“Ya aku sudah makan barusan,”
“Syukurlah,” suara Chanyeol terdengar lega
“Kau mengkhawatirkanku?”
“Menurutmu?”
“Hahaha terimakasih Chanyeol karena sudah mengkhawatirkanku,”
Diseberang sana Chanyeol tersenyum, Namun Alling tidak dapat melihatnya.
“Baiklah kalau begitu kau istirahat yang cukup, jangan tidur sampai larut, arrasseo?”
“Arrasseo Yeolie,”
“Annyeong,”
“Ne, Annyeong,”
BIP
Sambungan telepon terputus.
Alling meletakan poselnya diatas nakas. Jam hampir menunjukan pukul 11 malam. Gadis itu belum mengantuk karena sebelumnya telah tertidur lama.
Kemudian ia mengambil sebuah buku tulis yang masih kosong. Lalu ia mulai menyalin catatan dari file kuliahnya kedalam buku tulis itu. Menjelang pukul 1 pagi Alling baru tertidur.


TBC-

sebenernya bagian satu sambungannya masih ada di file laptopku, cuma kalau aku posting sekalian bakal kepanjangan. jadi aku posting setengahnya dulu dan maaf kalau absurd banget >,<