Hallo semuanya, aku
kembali lagi. Sebenarnya ini FF absurd yang aku buat waktu aku lagi mood buat
nulis. Cerita ini mengalir begitu aja tanpa ada niat untuk buat cerita. Entah kenapa
khayalanku mengarah sehingga menciptakan cerita ini. Jadi lebih baik aku
tuangkan saja kedalam tulisan, dan hasilnya ini. Ga ada judul yang pasti untuk
FF ini. Jadi aku tekankan disini, ini hanyalah saluran imajinasiku semata, entah bagaimana alurnya
kalian sendiri yang menilai. Well, untuk tokohnya aku pake namaku sendiri..
Cast : Febby, Alling,
El, Kim Jongin, Park Chanyeol, Do Kyung Soo.
Bab 1
Malam kian larut, Febby
menaiki anak tangga untuk menuju rumahnya. Agar sampai di rumahnya gadis itu harus
melewati jalan yang sedikitt mendaki mengingat rumah-rumah penduduk berada
dibagian atas, dengan tenang ia tertap berjalan sembari menguyah permen karet
yang kini sudah terasa hambar didalam mulutnya.
Febby membuka pintu gerbang
rumahnya, langkahnya terhenti ketika melihat pintu rumah terbuka lebar, padahal
ini sudah menunjukan pukul 12 malam.
Bukannya khawatri karena pintu rumah yang terbuka lebar akan mengundang
siapa saja yang berniat mencuri, Febby malah
mendengus. Rupanya kakaknya telah pulang kerumah setelah 2 hari tidak
pulang-pulang, pikir febby saat melihat sepasang high hils yang tergeletak
sembarangan didekat pintu serta sepasang sepatu pria disebelahnya, dengan satu hentakan febby berjalan cepat
kedalam rumah.
Benar dugaannya,
kakaknya telah pulang. Namun susasana dihadapannya membuat febby muak. Kakak
perempuannya sedang asyik bercumbu disofa ruang tamu dengan seorang pria yang
tidak febby kenal, nampaknya Sunny tidak menyadari kehadiran Febby.
Febby geram melihat
pemandangan didepannya. Kemudian sebuah gelas yang tampaknya berisi minuman
beralkhol yang setengahnya telah diminum menjadi incaran febby. Febby meraih gelas itu dan dengan satu
gerakan cepat secara vertikal mampu membuat gelas berbahan kaca tersebut pecah
berkeping-keping saat menghantam keramik.
Sunny menyadari
kehadiran Febby saat mendengar suara pecahan gelas yang beradu dengan keramik,
serta merta Sunny melepas pelukan dan ciumannya dengan Pria yang ia temui dibar
3 jam yang lalu.
“Febby,” hanya itu kata
yang terucap dari mulut Sunny. Suara Sunny parau dan terdegnar bagaikan
bisikan.
Febby menatap kakaknya
dengan tatapan campur aduk antara kesal, marah, kecewa dan sedih. Semuanya
bercampur dalam balutan emosi yang terpancar jelas dari wajah dan sikap tubuh
gadis berusia 20 tahun itu. Bahu febby naik turun, nafasnya terengah karena
menahan amarah, detik berikutnya muncul cairan bening yang mengalir dikedua
pipinya.
Sesaat suasana menjadi
hening, sampai akhirnya Febby meninggalkan Sunny. Ia lebih memilih untuk pergi
keluar rumah dari pada harus bermalam dirumahnya sendiri. Ia merasa jijik untuk
tidur dirumahnya walau hanya semalam, dan ia merasa jijik mempunya kakak
seperti Sunny. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh Febby sekarang.
Sepeninggal Febby,
dirumah itu tinggalah Sunny dan seorang pria yang bernama Tae Jun, dalam
beberapa saat mereka terdiam dengan posisi yang sama saat Febby meninggalkan
rumah, Sunny dengan posisi berdiri menghadap pintu sedang Tae Jun duduk bersender dibahu sofa.
Kemudian Tae Jun, mengakhiri suasana canggung yang sempat terjadi dengan
memeluk pinggang Sunny. Tae Jun menyuruh Sunny untuk melanjutkan aktifitas
mereka yang sempat terhenti dan tanpa pikir panjang Sunny menurutinya.
Febby berjalan setengah
berlari seraya mengelap air mata yang jatuh kepipinya dengan punggung
tangannya. Ia benar-benar kesal dengan sifat kakaknya itu, semenjak kepergian kedua orang tuanya, ia
bersama dengan Sunny harus kerja keras banting tulang demi melanjtkan hidup.
Mereka bekerja keras semata-mata bukan untuk melanjutkan hidup, melainkan untuk
membayar hutang – hutang yang ditinggalkan kedua orang tua mereka. Sebenarnya
ayah Febby masih ada, namun semenjak ibunya meninggal karena penyakit gagal
jantung yang dideritanya. Sebulan setelah kematian ibunya, ayahnya pergi
meninggalkan mereka berdua dengan sisa-sisa hutang yang ditinggalkannya. Saat
itu febby baru berumur 14 tahun, namun 2 tahun setelah ayahnya meninggalkan
mereka, Sunny jarang pulang kerumah, gadis itu seperti tidak memperdulikan adiknya
lagi. Ia selalu sibuk dengan teman kencannya yang selalu berbeda setiap malam,
dan itu membuat Febby semakin kesepian dan semakin membenci kakaknya. Hanya ada
seorang teman yang selalu menemaninya dikala febby dilanda rasa sedih, dia
adalah Jongin. Pemuda tinggi yang seumuran dengannya. Mereka sudah berteman
semenjak duduk dibangku sekolah dasar.
Febby menatap sungai
Han, tatapannya terlihat kosong. Angin malam dengan bebas menerpa rambut depan
febby yang sedikit keluar dari kunciran ekor kudanya. Sesekali ia terisak dengan sisa-sisa air mata
yang masih membekas dipipinya.
“untukmu,” sebuah suara
menyadarkan febby. Gadis itu menoleh kesamping. Didapatinya Jongin duduk
disebelahnya entah sejak kapan. Ditangan pemuda itu, terdapat dua buah kotak
susu. Yang satu untuk febby dan yang satunya lagi tentu saja untuk dirinya.
Febby tersenyum, ia pun
menerima sekotak susu yang diberikan Jongin. Lalu meneguknya sampai habis.
Jongin mengamatinya.
“Kau ada masalah?”
Febby diam, hanya
menatap lurus kedepan. Lalu menunduk dalam-dalam. Semakin dalam, hingga Jongin
melihat bahu gadis itu bergerak naik turun. Gadis itu kembali terisak dalam
diam. Jongin tidak butuh jawaban Febby, karena ia tau jawabannya. Ya, gadis
ini sedang mempunyai masalah. Sebenarnya
Jongin sangat mengenal febby, gadis itu jarang menangis kalau tidak sedang
berada dalam masalah. Maka tangan Jongin terulur merengkuh badan Febby. Pemuda
itu memeluk Febby dengan erat. Jongin hanya ingin memberi kekuatan untuk teman
sejak kecilnya itu lewat sebuah pelukan.
****
Jika kehidupan dapat
diibaratkan dengan sesuatu, maka uang adalah sesuatu yang tepat untuk
diibaratkan dengan kehidupan, dimana uang memiliki dua sisi yang berbeda,
begitupun dengan kehidupan, memiliki
sisi yang berbeda pula.
Berbeda dengan Febby. Jang Alling, seorang gadis yang sejak ia dilahirkan kedunia telah memiliki
segalanya. Kekayaan, kasih sayang, serta
keluarga yang utuh membuat ia tumbuh menjadi gadis yang sopan serta lemah
lembut. Kekayaan orang tuanya tidak menjadikannya gadis yang sombong, ia tetap
menjadi gadis yang sederhana.
Alling cukup bahagia
menjalani kehidupannya. seperti saat
ini, ia tengah menikmati waktu makan malam bersama dengan kedua orang tuanya.
Suasana hangat serta rasa kekeluargaan begitu kental terasa diruang makan
dengan dekorasi minimalis modern ini.
“Alling, minggu depan
ayah dan ibumu akan keparis untuk bertemu kliean ayah disana. Rencananya kita
sekalian liburan disana selama 2 minggu. Apa kau bersedia ikut dengan
kami?” sang ayah menawari Alling untuk berlibur
keparis usai menikmati santap malam mereka, sudah menjadi kebiasaan bagi
keluarga Jang untuk menghabiskan waktu ataupun saling bertukar cerita dimeja
makan usai menyantap makan malam.
Dalam kondisi normal,
sudah pasti Alling akan menerima tawaran ayahnya itu. namun, ia teringat kalau
seminggu lagi akan diadakan ujian tengah semester dikampusnya sehingga ia harus
menolak tawaran ayahnya dengan berat hati. Walaupun sedikit kecewa dengan
penolakan putrinya untuk berlibur, tuan Jang menjanjikan Alling utuk pergi ke Hawaii
saat libur natal bulan depan. Tentu saja Alling sangat senang mendengarnya.
Liburan bersama kedua orang tuanya adalah hal yang paling membahagiakan untuk
Alling.
Usai makan malam,
Alling kembali kekamarnya.
Dikamarnya, gadis
berambut hitam pekat tersebut mengambil sesuatu yang ia simpan dilaci meja
belajarnya, sesuatu berupa kotak putih berbentuk persegi. Didalam kotak itu
terdapat sebuah bros berebentuk bunga matahari yang ia persiapkan sebagai kado
ulang tahun sahabatnya yang bernama El.
Alling tersenyum simpul saat melihat permata ditengah bunga matahari itu
berkilau saat tertimpa cahaya lampu kamar.
“El pasti menyukainya,”
gumamnya penuh harap, kemudian Alling memasukan kembali kotak itu kedalam laci.
Saat memasukan kotak, pandangannya bertumpu pada sebuah benda perak yang
berkilauan didalam laci. Sebuah kalung perak berliontin bunga matahri. Namun,
ia tidak berniat untuk mengambilnya. Hanya melihat sekilas, lalu kembali
menutup laci tersebut rapat-rapat.
Hari sudah menunjukan
pukul 11 malam, sudah saatnya Alling untuk tidur karena kedua matanya telah
mengantuk. Gadis itu beranjak ke tempat tidur berukuran king size, didambilnya
posisi ternyaman sebelum akhirnya kedua mata gadis itu terpejam dan memasuki
alam mimpi.
****
Febby baru kembali
kerumah pukul 5 dini hari, setelah semalaman ia menghabiskan waktu bersama
Joongin, ditepi sungai Han. Walaupun tidak tidur semalam, mata Febby tidak
mengantuk. Ia balik kerumah karena ingin mandi dan ganti baju serta istirahat
sejenak. Karena jam 9 nanti ia ada kuliah.
Suasana rumah terlihat
sepi, hanya ada bau alcohol yang memenuhi ruang tamu. Febby benci dengan bau
alcohol. Dengan cepat ia berjalan kearah kamarnya yang berada dilantai
dua. Setelah masuk kamar, ia mengunci
pintu kamarnya.
Febby menjatuhkan diri
di tempat tidurnya dengan posisi tengkurap. Sungguh ia sangat lelah. Empat
tahun berlalu dengan hidup seperti ini. Tidak ada tujuan untuk apa ia hidup,
serta merasa tidak diterima oleh siapapun, bahkan oleh ayah dan kakak
kandungnya sendiri. Gadis itu haus akan kasih sayang yang seharusnya ia terima
dimasa remajanya sehingga ia tumbuh menjadi karakter berhati dingin, bersikap
cuek dan sulit untuk percaya kepada siapapun. Bahkan saat SMA ia tidak memiliki
teman sama sekali disekolahnya selain Jongin.
Hanya Jongin, hanya Jongin yang tidak menjauhinya.
*****
Kampus yang terletak
dikawasan Seoul itu berdiri kokoh dengan bangunannya yang megah. Beberapa
mahasiswa tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
Sebuah sedan putih
melintasi areal parkir Seoul National University. Jang Alling, si pengendara
sedan putih itu keluar dari dalam mobil usai memarkirkan mobilnya.
Gadis itu berjalan
menuju gedung utama kampus, saat berada dipelataran kedung kampus, gadis itu
disambut oleh sahabatnya El. El tidak
sendirian ada Kyung Soo disampingnya.
“Annyeong Alling-ah,”
Sapa El.
“Annyeong,” Alling
membalas dengan ramah. Mereka bertiga tetap berjalan menuju bagian dalam gedung
utama kampus. “Hari ini kau tampak
bahagia El,” lanjut Alling, pandangannya jatuh pada jemari El dan Kyung Soo
yang saling bertautan disisi tubuh mereka. “ah jangan bilang kalian berdua
”
“Ya, kami berdua resmi
pacaran hari ini,” Sebelum Alling
menyelesaikan asumsinya, perkataanya lebih dulu dipotong El. El mengakuinya
secara gamblang. Raut wajahnya mewakilkan perasaannya yang sedang bahagia. Melihat itu, Alling ikut berbahagia. Pasalnya
Kyung Soo adalah pemuda baik hati serta memiliki pribadi yang lembut, sehingga
sangat cocok jika disamdingkan dengan El yang sudah sejak lama menyimpan
perasaan terhadap Kyung Soo.
“Bagaimana usai kuliah
nanti kita mampir ke coffie shop, aku
ingin merayakan hari jadiku dengan El,” Kali ini Kyung Soo yang
bersuara.
“Aku yang traktir,” El
menambahkan.
“Oke,” jawab Alling
seraya mempertemukan telunjuk dengan ibu jarinya sehingga membentuk sebuah
lingkaran. Lalu, gadis itu berjalan mendahului El dan Kyung Soo. Hari ini
Alling mengambil mata kuliah umum, sehingga pagi ini ia tidak bisa menghabiskan
waktu dengan El dan juga Kyung Soo yang tidak mengambil mata kuliah umum.
El dan Kyung Soo
berjalan di lorong kampus, mereka hendak pergi kekantin sembari menunggu jam
kosong karena hari ini mereka akan memulai kuliah jam 11 nanti. El berjalan
seraya mengamit lengan Kyung Soo. Pasangan ini terlihat sangat mesra.
Tap, tap, tap.
Suara langkah kaki yang
terburu-terburu terdengar dilorong kampus yang sepi. Langkah terburu-buru itu
semakin mendekat kearah pasangan yang
tengah berjalan dengan lambat.
Tap, tap, tap.
Semakin mendekat.
Bruk.
El terjatuh dilantai
dengan posisi terduduk. Sedang Kyung Soo tetap berdiri karena masih bisa menjaga
keseimbangan tubuhnya. Lalu dengan sigap Kyung Soo membantu El berdiri.
Keduanya lalu menatap seseorang yang menjadi pemicu tabrakan. Seseorang itu
juga terjatuh, tetapi kini sudah kembali berdiri dengan posisi tegak seraya
mengibas-ngibaskan topi berbahan jeans belel lalu memakaikannya kembali
dikepalanya.
El menatap gadis
bertopi itu dengan tatapan sengit. Pasalnya ia tidak terima terdorong hingga
jatuh kelantai. Gadis itu juga tidak kalah sengitnya menatap El dan juga Kyung
Soo.
“Ayo minta maaf!”
perintah El.
“Ck,,” Gadis bernama
Febby itu malah tersenyum megejek. “Seperti tidak ada tempat lain saja
untuk ber-mes-ra-an,” ucap Febby dengan
penuh penekanan di akhir kalimat. Lalu
Febby berjalan mendekati Kyung Soo. Wajahnya menengadah menatap tajam mata
Kyung Soo. El yang melihatnya buru-buru menjauhkan Febby dari Kyung Soo dengan
cara mendorong kasar bahu gadis itu.
Febby sedikit terhuyung
kebelakang. Tatapannya kini beralih dari Kyung Soo ke El.
Gadis itu bersedekap
menatap El tak kalah tajam saat ia menatap Kyung Soo.
“Aku tidak mau minta
maaf!” ucapnya pelan hampir menyerupai bisikan namun tegas.
El semakin emosi.
Tangannya yang terjuntai dikedua sisi tubuhnya terkepal. Ia meremas ujung
dressnya.
Febby berjalam mundur
beberapa langkah, sudut bibirnya terangkat penuh kemenangan. Seakan senang
melihat lawan bicaranya menunjukan emosi. Setelah berhasil membuat jarak antara
dirinya dengan El dan juga Kyung Soo, Febby berbalik meninggalkan El dan Kyung
Soo.
“Ya!!! Dasar kau gadis
brengsek! Cepat minta maaf pada kami, Ya!” Teriak El penuh emosi.
Febby menyeringai
mendengar umpatan serta teriakan El. Kemudian ia berkata dengan suara yang
sengaja dikerasakan “Aigoo, sepertinya udara disini panas,”
El dan Kyung Soo dapat
mendengar apa yang dikatakan Febby barusan.
“Ya! Kau!” Teriak El.
El berusaha mengejar Febby. Rasanya ingin ia menjambak dan menampar gadis itu.
Sungguh El baru pertama kali bertemu dengan orang seperti itu, yang tidak tau
sopan santun. Sudah jelas salah, tidak mau minta maaf. Baru selangkah untuk
mengejar Febby, pergelangan kakinya serasa nyeri.
“argh,” rintih El.
Kyung Soo yang berdiri
disamping El, menahan tubuh El yang sedikit oleng. Lalu, Kyung Soo memegang bahu
El dan melingkarkan tangan El disisi lehernya. Kyung Soo memapah El.
“Sepertinya kakimu
terkilir saat terjatuh tadi,” Kyung Soo membantu El berjalan kearah kursi kayu
yang berada tidak jauh dari mereka.
“Kurasa begitu,”
Kyung Soo mendudukan el
disalah satu kursi kayu, dan dengan hati-hati
mencoba melepaskan sepasang High hils berwarna soft pink yang terpasang
dikaki El.
“Auww,” rintih El
sekali lagi.
“Maaf sayang,” Kyung
Soo sedikit terkejut. “aku akan melakukannya lebih pelan lagi agar kakimu tidak
sakit.”
“Tidak apa-apa,” El menatap Kyung Soo yang
sedang berlutut dihadapannya. El tersenyum melihat Kyung Soo yang
mengkhawatirkan dirinya.
“Sayang, sebaiknya kita
ke UKS untuk mengobati kakimu. Pergelangan kakimu lecet,”
El menurut, dengan
bantuan Kyung Soo yang memapahnya. Mereka memutuskan untuk pergi ke UKS
terlebih dahulu sebelum kekantin.
Alling mencatat materi
yang dianggapnya penting kedalam file. Tulisan tanganya sangat rapi. Sesekali
ia manggut-manggut saat mendengarkan dosen berbicara mengenai struktur tata
Bahasa Jepang.
Detik berikutnya, pintu
yang berada diujung ruangan terbuka. Sang dosen menghentikan kegiatan
mengajarnya sejenak. Begitupun dengan
mahasiswa yang tengah mengikuti perkuliahan sang dosen. Febby yang saat ini
menjadi pusat perhatian dengan kikuk berjalan kearah meja para mahasiswa hendak
mengikuti perkuliahan.
Namun, sebelumnya Febby
harus berhadapan dulu dengan sang dosen dan menjelaskan mengenai perihal
keterlambatanya 15 menit dari waktu yang telah dijadwalkan.
“m-maaf, saya
terlambat. Tadi
“Keluar!” Sang dosen
memerintah dengan suara lantang. Jelas ia tidak ingin mendengar apapun
penjelasan dari mahasiswa dihadapannya. Pria berusia lanjut ini sangat
menjunjung tinggi kedisiplinan, sehingga ia sangat tidak menyukai jika
mahasiswanya terlambat.
Febby mendunduk,
sebagai permintaan maafnya ia membungkuk kepada sang dosen sebelum akhirnya
melangkah keluar dari ruang kelas itu.
Febby menutup pintu yang menjadi pembatas antara ruang kelas dengan
lorong. Ia mengakui kesalahanya karena tadi sempat tertidur dikamarnya karena
kelelahan dan baru bangun saat jam menunjukan pukul 09.40. Menyisakan waktu 20 menit untuk bersiap-siap
dan sampai dikampus. Lalu, ingatannya kembali saat ia menabrak sepasang sejoli yang tengah
berjalan sambil bermesraan dilorong tadi. Febby semakin menyalahkan mereka yang
menyebabkan ia terlambat untuk mengikuti perkuliahan.
“Sial,” makinya.
Suasana ruang kuliah
yang sempat tegang, kembali normal. Sang dosen melanjutkan materi yang sempat
terhenti begitu juga dengan Alling. Gadis itu kembali mencatat pada filenya. Disela-sela
kegiatan mencatat, ponsel Alling bergetar. Alling memperhatikan dosennya
terlebih dahulu, takut kalau tertangkap basah sedang tidak memperhatikan sang
dosen. Setelah dirasa aman karena sang dosen memunggunganya menghadap layar
LCD, Alling membuka pesan masuk yang dikirimkan oleh El.
Alling-ah. Setelah
kuliahmu berakhir temui kami dikantin
Alling segera membalas ‘oke’ dan
kembali menyimak sang dosen sebelum ketahuan kalau ia sempat bermain dengan
ponsel.
****
Park Chanyeol, memasuki
areal kantin kampus dengan tas yang disampirkan dipunggungnya. Matanya bergerak
kesana kemari mencari seseorang, lebih tepatnya teman-temannya.
Matanya berhenti pada
satu titik disebuah meja yang terletak disudut dekat jendela. Sudut bibirnya
terangkat, samar-samar menciptakan lesung pipi di salah satu bagain pipinya.
“yo.yo what’s up,” Sapa Chanyeol pada El dan Kyung Soo.
Chanyeol mengambil
posisi duduk berhadapan dengan Kyung Soo.
“Mana Alling?” Chanyeol
menyadari bahwa Alling tidak bersama mereka.
“Alling masih ada
kuliah, tapi aku sudah memberitahukannya kalau ia sudah selelsai kuliah agar
menemui kita dikantin,” jawab el.
Chanyeol mengangguk.
Tak lama setelah itu,
Alling datang menghampiri mereka. Kedatangannya disambut hangat oleh
teman-temannya. Alling duduk disebelah
Chanyeol berhadapan dengan El.
“Alling, kau ingin
memesan apa? Biar sekalian aku yang pesan,”
Alling menoleh kearah
Chanyeol. “Aku pesan spaghetti dan minumnya milk shake strawberry,”
“Baiklah, kalian berdua
tidak ingin pesan lagi?” Tanya Chanyeol pada Kyung Soo dan El.
“Tidak, kami sudah
cukup memesan ini,” Kyung Soo menjawab dan mengarahkan pandangannya pada 2
sandwich yang masih tersisa setengahnya dimeja mereka.
“Oke,” Chanyeol
meninggalkan mereka bertiga untuk memesan makanan.
“jadi, bagaimana kalian
bisa pacaran?” Tanya Alling memulai sesi wawancara perihal hungungan El dengan
KyungSoo.
“itu…” jawab El
malu-malu. Lalu menoleh kearah Kyung Soo. Lewat tatapan mata El bertanya pada
Kyung Soo apakah harus menceritakannya pada Alling atau tidak. Sebagai jawaban
Kyung Soo hanya mengangkat bahu sebagai
tanda terserah lalu tersenyum pada El.
“hmm kau tau semalam
Kyung Soo menculikku dirumah, lalu membawaku ke namsan tower dan dia mengajakku
untuk membeli gembok beserta kuncinya. Lalu menyuruhku menuliskan seseuatu digembok itu, dan kau tau
apa yang harus aku tulis disana saat itu?”
Alling menggeleng.
“Astaga, entah ini
karena kecerobohan ku atau apa. Kyung Soo menyuruhku untuk menulis ‘Aku mencintaimu Kyung Soo, mulai saat ini
aku menjadi milikmu karena kita memiliki perasaan yang sama. Kita selamanya,’ “
El mengutip kalimat yang ia tulis semalam. Lalu kembali melanjutkan. “dan
kau tau apa alasan ia menyuruhku menulis seperti itu? alasannya karena buku
ini,” El menunjukan buku kecil seperti buku diary dengan sampul berwarna pink.
Alling mengetahui buku itu milik El, karena temannya itu sangat suka menulis
diary dan selalu membawa diary itu kemanapun ia pergi. El selalu menumpahkan
isi hatinya kedalam diary tersebut.
Alling ingat kalau
diary yang berada ditangan El itu sempat hilang sejak 3 hari yang lalu, dan itu
membuat El resah karena tidak menemukan diarynya.
“Kau temukan dimana
bukunya?”
El berpaling kearah
Kyung Soo.
“Kyung Soo yang menemukannya?”
El mengangguk lalu
kembali bercerita “Kyung Soo menemukannnya terjatuh saat aku terburu-buru
meninggalkan kelas 3 hari yang lalu. Kyung Soo membaca semuanya, membaca semua
perasaanku yang tertulis didalam diary itu, secara tidak langsung diary itu
mengungkapkan perasaanku pada Kyung Soo yang ternyata juga memiliki perasaan
yang sama kepadaku. Selama ini aku terlalu takut untuk menyatakannya, karena
aku takut Kyung Soo akan menolak perasaanku. Tapi semua itu sudah berakhir rasa
takut itu telah sirna, karena pada kenyataannya Kyung Soo juga mencintaiku,” El
mengakhirinya dengan mengenggam punggung tangan Kyung Soo. Kyung Soo membelas
genggaman El.
Alling tersenyum
mendengar cerita El, ia senang melihat El akhirnya bisa bersama dengan Kyung
Soo. Karena selain pada diary, terkadang El juga mencurahkan isi hatinya kepada
Alling dengan topik yang selalu sama yaitu Kyung Soo.
Chanyeol kembali
diwaktu yang tepat dengan membawa nampan yang berisi makanan serta minuman
pesanan alling dan pesanannya sendiri. Chanyeol sendiri belum mengetahui berita
terbaru tentang hubungan Kyung Soo dan juga El jadi dia bersikap biasa-biasa
saja. Sementara El, melalui pandangan matanya menyuruh Alling untuk tutup mulut
soal apa yang dikatakannya tadi, karena jika Chanyeol tau, maka Chanyeol akan
meledeknya. El berencana memberi tahu hubungannya dengan Kyung Soo saat mereka
berkumpul dicoffie shop nanti.
Kemudian mereka
berempat menyantap makanan masing-masing untuk mengganjal perut mereka sebelum
memulai perkuliahan jam 11 nanti.
****
Disinilah Febby saat ini. Duduk bersender di bangku
taman yang sudah disdiakan oleh pihak kampus. Usai diusir oleh dosen pengampu
mata kuliah bahasa jepang tadi, febby memutuskan untuk diam seorang diri
ditaman kampus.
Gadis itu sudah tidak mood lagi untuk melanjutkan
kuliah berikutnya, sehingga lebih memilih menikmati segarnya udara taman kampus
dan menikmati semilir angin yang berhembus menerpa kulit wajahnya.
Sebenarnya Febby menyadari tatapan beberapa mahasiswa
yg hilir mudik didepannya ditunjukan kepadanya. Tidak hanya sekadar menatap,
beberapa mahasiswa ataupun mahasiswi yang berjalan bergerombol saling berbisik
satu sama lain. Febby tau yang mereka bicarakan adalah dirinya, tentunya yang
dibicarakan adalah hal-hal negatif seputar dirinya. Beberapa mahasiswa yang
lewat adalah mahasiswa yang mengikuti kelas yang sama dengan Febby tadi.
Febby menghela napas panjang. Hal ini sudah biasa
terjadi, sehingga dia menyikapinya dengan cuek dan seolah tidak terjadi
apa-apa. Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Kim Jongin tertera dilayar ponsel,
Febby segera mengusap tombol hijau dilayar ponselnya.
"Ya, Jongin ada apa?"
"Febby, kau ada kuliah?"
"Tidak kenapa?"
"Bisakah kau ke coffie shop sekarang? Min Ji
tidak masuk hari ini, dan kau bisakah menggantikan siftnya hari ini?"
Hening,
Febby memang bekerja part time sebagai pelayan di
coffie shop bersama dengan Jongin, dan memang hari ini ia tidak ada kuliah.
Lebih tepatnya tidak mengikuti kuliah.
“Baiklah, aku akam kesana sekarang,” jawabnya setelah
hening beberapa saat. Kemudian gadis itu mengakhiri sambungan telepon. Febby
memasukan ponselnya kedalam tas selempangnya lalu beranjak meninggalkan kampus.
Tidak butuh waktu lama bagi febby untuk tiba dicoffie shop, disana Jongin telah menunggunya.
Langsung saja Febby menuju ruang ganti khusus karyawan wanita. Setelah selesai
berganti pakaian khusus seragam karyawan, Febby segera mengambil alih tugas Min
Ji mengantar pesanan para pelanggan. Hari ini pelanggan cukup ramai, mungkin
karena hampir memasuki akhir pekan.
Dua jam telah berlalu,
Jongin menemui Febby yang tengah sibuk membereskan
meja yang telah ditinggalkan pelanggan.
“Febby-ah,” Panggil Jongin.
“Ne,” jawab Febby tanpa menghentikan sejenak
pekerjaannya.
“Sebaiknya kau istirahat, sudah dua jam kau bekerja
non stop melayani pelanggan. Lagi pula sift Min Ji telah berakhir,”
Febby menghentikan pergerakan tangannya yang sedang
mengelap meja, kemudian gadis itu memandang Jongin yang berdiri disampingnya.
“Tidak perlu, aku akan melanjutkan siftku setelah
ini,”
Febby mengambil lap meja serta vakum cleaner yang
berada diatas meja dan hendak mengembalikan alat-alat pembersih itu diruang
pembersih ketika Jongin mencegah langkahnya dengan menahan lengan gadis itu.
“Apa kau tidak terlalu memaksakan diri? Bukankah
semalaman kau tidak tidur?”
Febby megamati keadaan disekitarnya, berharap tidak
ada pelanggan yang memperhatikan dirinya dengan Jongin, dan sesuai harapannya
tidak ada yang memperhatikan mereka. Febby melepas tangan yang mencengkram
lengannya.
“Jongin-ah, kau tau aku sangat butuh uang untuk,,,
untuk membayar hutang-hutang ayahku,” suaranya melunak “Jadi kumohon, biarkan
aku melakukan apa yang aku inginkan,” pinta febby, lalu berjalan meninggalkan
Jongin yang terdiam ditempatnya.
Entah apa yang ada dipikirannya,
Jongin memperhatilan Febby sampai gadis itu menghilang dibalik pintu ruang
pembersih.
***
Alling, Chanyeol, Kyung Soo dan Juga El memasuki
Coffie Shop. Mereka mengambil tempat disudut ruangan yang bersebelahan dengan
jendela besar yang menghadap kearah luar. Alling dan juga El mengambil alih
memesan minuman untuk mereka berempat sementara Chanyeol dan Kyung Soo menunggu
ditempat.
“Tiga Americano dan..” El menyikut lengan Alling yang
terlihat sedang tidak fokus.
“Kau pesan apa?” tanyanya setengah berbisik kepada
Alling.
“Ng, Cappucino,” jawab Alling
“Tiga Americano dan satu cappucino,” Ulang El kepada
wanita penjaga kasir.
“ Semuanya 16200 Won,” Ujar wanita penjaga kasir.
El membayar pesanannya, sesuai janjinya ia mentarktir
Alling, Chanyeol dan juga Kyung Soo.
“Pesanannya akan diantarkan nanti, terimakasih,” Sang
penjaga kasir tersenyum ramah seraya memberikan struk belanja kepada El.
El dan Aliing menuju meja.
Saat berjalan kearah meja, Alling menyadari ada yang
aneh dari langkah El yang sedikit pincang.
“Ada apa dengan kakimu El? Kenapa kau berjalan seperti
itu?”
“Kakiku tadi terkilir,” jawab El singkat tidak ingin
mengungkit masalah tadi pagi. Alling mengangguk, sebenarnya ia ingin bertanya lebih
banyak lagi, tapi ia menangkap sikap El yang enggan bercerita soal kakinya.
El berjalan lebih dulu kearah meja.
“Chanyeol-ah, sebenarnya ada kabar gembia yang ingin
aku beritahukan kepadamu,” ungkap El saat mereka telah berkumpul bersama dimeja
sudut ruangan.
“Woah kabar gembira? Kabar gembira apa?” Tanya
Chanyeol penasaran. Wajahnya sumringah.
“hmm. Kami berdua resmi berpacaran,” terang El seraya
memperlihatkan tangannya dengan Kyung Soo yang saling bergandengan diatas meja.
“Woahh, ini benar-benar kabar gembira, salah satu
diantara kita ada yang berpacaran, Kyung Soo-ah selamat ya, kau hebat. Kau
berhasil mendahuluiku mempunyai seorang kekasih,”
Kyung Soo hanya tertawa memperlihatkan deretan giginya
yang rapih.
“Sebaiknya kau cepat-cepat memiliki pacar Chanyeol,
agar kau tidak iri denganku,” Kyung Soo memberikan saran, matanya mengarah pada
Alling. Alling yang menjadi sasaran mata Kyung Soo, sontak bersuara.
“Ya! Kenapa kau melihatku seperti itu,eoh?”
“Bro, kau harus cepat-cepat mengungkapkan perasaanmu
pada Alling agar kau tidak didahului laki-laki lain,” Kyung Soo berbicara
dengan nada sok bijaksana.
“Sepertinya kau salah pengertian Kyung Soo, aku dan
Alling hanya sebatas teman, tidak lebih.”
“Lagi pula, Chanyeol bukan tipeku,haha” Alling menyanggah
disertai tawa.
“Memangnya tipe mu seperti apa,hah?” merasa tersindir,
Chanyeol bertanya dengan suara agak keras.
El tertawa melihat kelakuan kedua temannya itu.
“Tipe ku seperti,,,” Alling tidak melanjutkan
kalimatnya. Karena matanya bertemu dengan sepasang mata cokelat milik seorang
pemuda berseragam pelayan yang tengah mengantarkan pesanan. Mata mereka hanya
berserobok sesaat.
“Pokonya tipeku itu pria tinggi dan tampan,” ucap
Aliing asal-asalan. Jantungnya berdegup tak karuan.
“Memangnya aku bukan pria tinggi dan tampan?” Sungut
Chanyeol.
“Maaf menunggu lama. Ini pesanan kalian,” Seorang
pelayan mengantarkan pesanan Alling dan kawan-kawan. Senyum pelayan itu hilang ketika menyadari dua
pelanggannya itu adalah sepasang sejoli penyebab keterlambatannya tadi pagi.
Sama dengan halnya El, awalnya senyum menghiasi
wajahnya. Namun, senyuman itu pudar tak membekas diwajahnya saat menyadari
pelayan itu adalah Febby. El baru tau kalau gadis itu bernama Febby saat
melihat name tag yang tersemat didada bagian kiri Febby.
Seketika emosi El yang sempat tertahan, meluap
kepermukaan. Dengan sigap El menumpahkan Americano keseragam Febby. Alling,
Chanyeol, dan juga Kyung Soo dibuat terkejut oleh sikap El.
Sedangkan Febby hanya diam mematung ditempatnya, ia
tidak tau harus berbuat apa. Ingin membalas tapi takut membuat keributan yang
membuat ia terancam dipecat dari pekerjaannya.
Salah satu pelayan bernama Seung-ah menghampiri Febby,
“Astaga Febby, kau tidak apa-apa?” Seung-ah terkejut
melihat kondisi Febby, seragamnya yang berwarna putih kini bagian depannya
didominasi warna cokelat gelap akibat tumpahan Americano.
“tidak apa-apa, aku bisa mengatasinya,” Febby menyuruh
Seung-ah untuk kembali pada pekerjaannya.
Febby mengelap meja yang terkena tumpahan Americano,
Alling, Kyung Soo dan juga Chanyeol terdiam karena
merasa tidak enak kepada Febby, sementara El tersenyum sinis. Belum cukup
sampai disitu, El kembali menumpahkan secangkir Americano milik Kyung Soo
kerambut Febby, Febby sedikit menjerit akibat tumpahan Americano yang terasa
panas saat menyentuh kulit rambut serta wajahnya.
“Hentikan El!”
Kyung Soo dengan cepat menahan tangan El, ia mengambil
alih cangkir ditangan El dan menaruhnya kembali dimeja.
El menoleh kearah Kyung Soo.
“Kenapa? Tanyanya, “dia yang membuat kakiku seperti
ini Kyungie”
“Tapi,” Kyung Soo tidak melanjutkan kalimatnya. Ia
tidak ingin El membencinya karena sebenarnya ia ingin membela pelayan itu.
“Kau! lihat apa yang kau lakukan pada kakiku, itu
adalah balasan untukmu. Menyedihkan sekali dirimu. Dikampus tidak memiliki
seorang teman, oh ya aku dengar kakakmu seorang pelacur ya?” Entah mengapa El
bisa berkata seperti itu, ia sendiri sedikit terkejut dengan kata-kata yang
baru saja ia lontarkan.
Febby yang dari tadi menunduk, kini menatap el tajam.
Ia meremas kain lap yang sedari tadi dipegangnya lalu menghempaskan kain lap
itu kemeja kafe berbahan porselen.
“Jaga mulutmu! Tidak sepantasnya kau berbicara seperti
itu terhadap kakakku!” Febby menyerang El, gadis itu mendorong El hingga
terjatuh kesofa dan menjambaki rambut
El. El tak ingin kalah, ia juga balik membalas menjabaki rambut Febby. Febby tidak peduli lagi kalau perbuatannya
kali ini menimbulkan keributan.
Kyung Soo berusaha melerai pertengkaran kedua gadis
itu. Tapi keduanya tetap kekeuh saling menjambak satu sama lain. Tanpa sadar
meja mereka menjadi pusat perhatian pengunjung lain. Alling dan Chanyeol juga
ikut melerai. Alling berusaha menjauhkan badan Febby dari El. Tapi apa yang
didapat Alling, gadis itu malah terdorong. Ia terjatuh.
“Kau tidak apa-apa?” salah seorang pelayan membantu
Alling berdiri. Pelayan itu?
‘Pelayan itu, pelayan yang memiliki mata indah tadi,’
gumam Alling dalam hati.
Alling tidak sempat menjawab mengenai kondisinya
sebelum akhirnya pelayan itu beralih ke Febby berusaha menghentikan
pertengkaran antar dua wanita yang sama-sama sedang dilanda emosi.
Chanyeol yang sedikit telat menyadari kalau Alling
terdorong hingga terjatuh, menghampiri Alling.
“mereka berdua benar-benar sangar seperti harimau
betina,” ungkap Chanyeol.
Alling sedikit tertawa mendengar ucapan Chanyeol. Lalu
Chanyeol menyuruh Alling untuk duduk dibangku yang tidak terlalu dekat dari
meja mereka. Chanyeol takut kalau Alling menjadi korban salah sasaran lagi.
“Febby Hentikan!” Jongin menarik tubuh Febby.
Pertengkaran antara Febby dan El berhasil dihentikan.
Keduanya, berpenampilan sangat berantakan.
El masih menatap tajam kearah Febby, ia benar-benar
merasa dipermalukan. Namun Kyung Soo yang menahan tubuhnya, membuatnya enggan
untuk ‘menyerang’ Febby kembali.
Jongin segera menyeret Febby untuk masuk keruang
khusus karyawan, pemuda itu tidak ingin terjadi keributan lagi.
“Jongin, lepaskan! Aku harus memberi pelajaran kepada
perempuan itu!” Febby berusaha melepas cengkraman Jongin dikedua bahunya.
“Jongin lepaskan aku!”
“Diam Febby!!!” Bentak Jongin saat mereka berada
diruang karyawan.
Febby seketika terdiam karena tidak menyangka Jongin
akan membentaknya.
“kau tetap disini, aku akan kembali,”
Jongin keluar ruangan, meninggalkan Febby seorang diri
diruangan itu.
“Maafkan kami, maafkan kelakukan salah satu teman
kami, maafkan kami,” Jongin sebagai ketua pelayan mewakili Febby meminta maaf
kepada El, Alling, Kyung Soo dan juga Chanyeol. Suasana kafe sudah mulai
berjalan normal, tidak ada lagi pengunjung yang bergerombol mengitari satu
tempat diruangan itu.
Jongin membungkuk 90 derajat. Saat kembali tegak. Ia
menatap gadis berambut hitam pekat dengan bandana putih yang menghiasi
rambutnya. Sadar kalau Alling sedang ditatap, gadis itu mengalihkan
pandangannya kearah Jendela. Berusaha menghindari tatapan pemuda bernama Jongin
itu. Sedangkan El terisak dipelukan Kyung Soo, dengan sabar Kyung Soo mengusap
punggung El agar gadisnya merasa lebih tenang. Sementara Chanyeol menjadi juru
bicara mereka.
“Tidak apa-apa, mewakili teman kami, kami juga minta
maaf karena telah menimbulkan keributan dikafe ini. Sebenarnya ini juga bukan
sepenuhnya salah pelayan itu,”
Kyung Soo yang mendengar kalimat terakhir Chanyeol
mendelik kearah Chanyeol. Ia tidak ingin El disalahkan, karena secara tersirat
Chanyeol menyalahkan El.
Setelah meluruskan permasalahan yang terjadi antar
kedua belah pihak, walaupun melalui perwakilan. Akhirnya Alling, Chanyeol,
Kyung Soo dan juga El memutuskan untuk kembali kerumah masing-masing.
Kyung Soo akan mengantar El dengan mobilnya, Sementara
Chanyeol menggunakan mobil Alling, megantar gadis itu kerumahnya. Motornya ia
tinggalkan dikampus. Soal dia kembali kekampus dari rumah Alling memakai apa,
itu urusan belakangan. Yang terpenting Alling pulang kerumah dengan selamat,
karena kondisi temannya itu terlihat sedang tidak baik.
****
Jongin membuka pintu ruang khusus karyawan yang selalu
tertutup rapat. Didalam ruangan itu,
Febby duduk meringkuk diatas kursi panjang sembari memeluk kedua lututnya.
“Kau terluka?” tanyanya pada Febby.
Febby bergeming ditempatnya, menatap lantai.
Jongin duduk disebelah Febby, memperhatikan wajah
gadis disampingnya. Ia melihat ada luka goresan dipipi Febby. Segera jongin
mengambil kotak P3K yang berada diatas lemari disudut ruangan. Tangan Jongin
bergerak untuk menyembunyikan luka dipipi Febby dengan plester antiseptic agar
tidak terinfeksi. Namun gadis itu menepis tangan Jongin.
“Hentikan, kau tidak usah melakukannya,”
Nada bicara Febby terdengar ketus, Jongin menurutinya,
ia membatalkan niatnya untuk mengobati luka Febby.
“Kau sama saja,” ujar Febby. Jongin tidak mengerti apa
yang Febby maksud dengan ‘kau sama saja’ memangnya dia sama dengan siapa?
Jongin berusaha untuk tetap tenang, ia tidak akan
terpancing emosinya karena menghadapi Febby yang sedang tidak jelas seperti
ini.
“Aku hanya ingin menyelamatkanmu, itu saja. Kau tau
kan kalau aku tetap membiarkanmu menyerang gadis itu, maka kau bisa saja
dipecat dari pekerjaan ini dan aku tidak mau itu terjadi padamu,” Suara Jongin
melunak.
“Apa orang-orang melihatku seperti itu? Menilai kalau
aku rendah karena kakaku seorang,,” Febby tidak melanjutkan kata-katanya karena
ia tidak ingin menyebutkan kata itu. Hatinya perih, sudah jelas semuanya. Semua
orang menjauhinya karena kakaknya. Meganggap dirinya rendah karena kakaknya.
Orang-orang tidak menganggapnya ada karena kakaknya. Ia harus mengambil semua
pekerjaan part time karena kakaknya. Semua karena kakaknya. Ia sangat membenci kakaknya.
“Tidak semua orang melihatmu dengan kaca mata seperti
itu, aku melihatmu sebagai seorang Febby. Tidak lebih dan tidak kurang. Aku
melihatmu sebagai Febby yang aku kenal. Aku tidak melihatmu karena
bayang-bayang kakakmu, dan kau salah besar kalau berpikiran orang-orang tidak
menganggapmu. Justru aku berada disini karena kau ada, karena aku peduli
denganmu. Aku sedih kalau melihatmu bersedih, dan aku akan bahagia kalau
melihatmu bahagia. Jadi tolong, kau jangan selalu menyalahkan keadaamu. Aku
berada disisimu hingga saat ini karena aku peduli denganmu, tersenyumlah
untukku dan untuk orang-orang yang menyayangimu,”
Febby terenyuh mendengar penuturan Jongin. Gadis itu yang semula bersikap keras seperti
batu berubah lunak. Bibirnya bergetar berusaha menahan tangis. Ia berusaha
untuk tidak menumpahkan cairan bening yang sudah berada dipelupuk matanya.
Jongin memutar tubuhnya kesamping sehingga kini ia
berhadapan dengan gadis yang setengah mati menahan air matanya agar tidak
keluar.
“menangislah,” ucap Jongin lembut.
Saat itu juga air mata Febby jatuh di kedua pipinya.
Gadis itu menangis sesenggukan. Jongin merengkuh tubuh gadis dihadapannya itu
kedalam pelukannya. Tidak peduli seragam bagian depannya basah akibat air mata
Febby. Jongin hanya ingin menyalurkan kehangatan untuk Febby agar gadis itu
nyaman.
***
Chanyeol dan Alling sampai dikediaman keluarga Alling.
Rumah mewah itu terlihat asri karena dihalaman depan banyak ditanami tanaman
hias sehingga kental dengan suasana hijau.
Rumah Alling sepi, karena kedua orang tuanya sedang
berada diluar kota. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga yang telah mengapdi
cukup lama dikediaman keluarga Jang. Salah satunya adalah bibi Kim. Wanita
berusia 50an itu adalah asisten rumah tangga senior disnin mengingat ia yang
paling lama bekerja untuk keluarga Jang sejak Alling masih dalam kandungan.
Chanyeol mengantar Alling kekamarnya, Chanyeol sudah
terbiasa keluar masuk kamar Alling, karena ia sendiri sudah mengenal Alling
sejak kecil dan lagi pula mereka memiliki hubungan keluarga walaupun bukan
hubungan sedarah, mereka adalah sepupu jauh.
Kedua orang tua Alling pun juga sangat mengenal Chanyeol.
“Kau terlihat pucat Alling, apa aku perlu menginap
disini untuk menjagamu?” Chanyeol menawarkan kebaikannya.
Alling yang tengah bersender pada senderan tempat
tidur menggeleng pelan.
“Tidak usah Chanyeol, lagipula ada bibi Kim yang akan
menjagaku disini, kau tidak perlu repot-repot,”
Chanyeol memperhatikan Alling, ia terlihat ragu untuk
meninggalkan Alling dirumahnya yang super besar tanpa ada kedua orang tuanya
yang menjaganya.
“Baiklah, tapi kalau ada apa-apa segera telpon aku
ya?”
Alling mengangguk lemah, wajahnya semakin pucat.
“Alling-ah?” panggil Chanyeol.
“Ng?”
“Biarkan aku menemanimu sampai kau tertidur ya?” pinta
Chanyeol
Alling tersenyum. Kemudian gadis itu membaringkan
tubuhnya, lalu menutupi sebagian tubuhnya hingga dada dengan selimut. Gadis itu
mulai memejamkan matanya.
Sementara Chanyeol duduk bersender pada badan nakas
disamping tempat tidur. Sembari menunggu
Alling benar-benar tertidur pulas, Chanyeol menyibukan diri membuka akun
SNS-nya dengan iPad milik alling.
2 jam kemudian,
Rupanya Chanyeol tertidur saat tengah asik bermain
dengan iPad milik Alling. Pemuda itu terbangun tepat pukul lima sore. Pemuda
itu menoleh kearah Alling, Alling masih tertidur pulas dibalik selimut.
Chanyeol segera bangkit berdiri dan mengambil jaketnya diujung tempat tidur
Alling. Sebelum benar-benar keluar dari kamar Alling, Chanyeol menyempatkan
diri untuk menutup pintu geser berbahan kaca yang menjadi penghubung balkon
denngan kamar Alling. Chanyeol tidak ingin Alling masuk angin.
****
Alling terbangun dari tidurnya, ia merasa kalau
tubuhnya telah membaik. Tidak lagi merasakan pusing seperti sebelumnya. Ia
menoleh pada jam weker dimeja nakas samping tempat tidurnya. Pukul 10 malam.
Astaga sudah berapa jam ia tertidur. Ia belum makan
dan juga mandi. Alling segera menyambar handuk lalu masuk kedalam kamar mandi
yang berada didalam kamarnya. 15 menit kemudian Alling keluar dari kamar mandi
dengan rambut setengah basah setelah sebelumnya dikeringkan dengan handuk.
Gadis itu mencuci rambutnya.
Alling keluar dari kamar dan langsung menuju meja
makan, bibi Kim sudah menyiapkan makanan untuk Alling, sebenarnya bibi Kim
ingin membangunkan Alling untuk makan, namun wanita itu tidak tega membangukan
Alling saat dilihatnya Alling tengah tertidur pulas dikamarnya.
“Makanannya masih hangat nona, ayo cepat diamakan,” ucap Bibi Kim lembut.
“Terimaksih Bibi Kim, apa bibi ingin makan bersamaku?”
“Bibi sudah makan tadi nona,” bibi Kim menolak secara
halus, kemudian wanita paruh baya itu meninggalkan Alling diruang makan.
Alling segera menyantap makanan yang sudah disajikan
oleh Bibi Kim.
Usai makan Alling kembali kekamarnya, ia ingin
mengecek ponselnya karena sejak bangun dari tidurnya ia belum sempat memegang
ponsel.
Alling mengeluarkan benda putih berbentuk persegi dari
dalam tasnya. Ada dua pesan serta 1 panggilan tak terjawab, semuanya dari
Chanyeol. Kedua pesan tersebut menyanyakan apakah Alling baik-baik saja, dan
bagaimana kondisinya saat ini.
Alling segera membalas pesan Chanyeol bahwa ia
baik-baik saja. Tak lama kemudian ponsel Alling berbunyi. Chanyeol memanggil.
“ Hallo,”
“Kau sudah makan Alling?” Tanya suara berat diseberang
telepon.
“Ya aku sudah makan barusan,”
“Syukurlah,” suara Chanyeol terdengar lega
“Kau mengkhawatirkanku?”
“Menurutmu?”
“Hahaha terimakasih Chanyeol karena sudah
mengkhawatirkanku,”
Diseberang sana Chanyeol tersenyum, Namun Alling tidak
dapat melihatnya.
“Baiklah kalau begitu kau istirahat yang cukup, jangan
tidur sampai larut, arrasseo?”
“Arrasseo Yeolie,”
“Annyeong,”
“Ne, Annyeong,”
BIP
Sambungan telepon terputus.
Alling meletakan poselnya diatas nakas. Jam hampir
menunjukan pukul 11 malam. Gadis itu belum mengantuk karena sebelumnya telah
tertidur lama.
Kemudian ia mengambil sebuah buku tulis yang masih
kosong. Lalu ia mulai menyalin catatan dari file kuliahnya kedalam buku tulis
itu. Menjelang pukul 1 pagi Alling baru tertidur.
TBC-
sebenernya bagian satu sambungannya masih ada di file laptopku, cuma kalau aku posting sekalian bakal kepanjangan. jadi aku posting setengahnya dulu dan maaf kalau absurd banget >,<