Kamis, 28 Juni 2012

Cerpen - Love in Harmonica

 Hujan baru saja reda, meninggalkan goresan beraneka warna di langit bak sebuah lukisan abstrak yang di sebut pelangi.pelangi yang begitu indah, seindah warna yang ditorehkan membuat langit bagaikan kanvas yang diciptakan oleh sang pencipta..
Terkadang aku merasa iri dengan langit , mengapa langit setelah turun hujan akan muncul pelangi yang indah. aku mengartikannya, mengapa setelah langit menangis akan datang kebahagiaan… mengapa itu semua berbanding terbalik dengan kehidupan ku saat ini,,
Aku mengamati sebuah foto berbingkai perak. Di dalam foto tersebut tampak tiga orang remaja berseragam putih abu tengah tersenyum bahagia. Di foto itu seorang cowok yang sangat kusayangi tengah merangkul kedua cewek yang berdiri disamping kiri dan kanannya. Salah satunya adalah aku yang berdiri di samping kanan si cowok.. namun kehangatan yang terlihat dalam foto itu kini hanyalah sebatas kenangan yang terkubur dalam pikiran dan hati kami masing-masing.
Persahabatan yang awalnya sarat dengan canda,tawa, dan kebahagiaan. Kini, berbanding terbalik dengan sebelumnya. Persahabatan kami kini tak sehangat dulu lagi. Tak ada lagi senyuman jika kami bertemu, tak ada lagi keakraban di antara kami. Itu semua karena adanya persaingan diantara kami yang membuat semuanya menjadi berubah..
Berawal saat desember tahun lalu. Persahabatan yang sudah kami jalin selama kurang lebih 2 tahun. Membuat kami bertiga saling mengenal satu sama lain, seiring dengan berjalannya waktu, timbul benih-benih cinta diantara kami.. yah aku dan lisa, sahabatku. Sama- sama merasa tertarik dengan Aldi.satu-satunya pria di antara kami bertiga.. saat itu aku memang menaruh hati pada aldi. Aku yang awalnya selalu menulis tentang perasaan ku pada aldi di sebuah buku harian kecil, tanpa sengaja terbaca oleh lisa. Dan semenjak saat itu, perasaan ku pada aldi bukan lagi menjadi rahasiaku sendiri, melainkan rahasia kami berdua.
Berkat dorongan lisa, aku semakin yakin untuk menyatakan perasaan ku pada Aldi. “ayo, lebih baik utarakan saja perasaan mu pada Aldi, semakin cepat akan semakin baik.. jangan sampai ada seseorang yang mendahului mu”, begitulah ucapan lisa tiap kali ia menyemangatiku.
Hari demi hari berlalu, itu berarti tanggal 31 desember semakin dekat. Yeah, ditanggal 31 desenber nanti tepatnya saat malam pergantian tahun, aku akan mengutarakan perasaan ku pada Aldi..
Hari yang aku tunggu akhirnya tiba. Nuansa tahun baru semakin kental dengan adanya aksesori-aksesori seputar perayaan tahun baru yang dijual hampir disetiap kios pinggir jalan..
Sepulang sekolah aku sengaja memilih pulang secara terpisah dari kedua sahabatku. Karena aku ingin mengunjungi sebuah toko yang ada di salah satu pusat perbelanjaan..
Mata ku tertuju pada sebuah harmonika berwarna keemasan yang di pajang di etalase. Aku langsung memasuki toko yang menjual beraneka ragam alat musik itu. Aldi memang sangat menyukai alat musik harmonika. Karena setiap kali mendengar alunan suara dari harmonika,Aldi selalu mengatakan bahwa ia akan merasa tenang. Dan itu terbukti ketika Aldi memainkannya untuk aku dan lisa, aku juga merasa tenang setiap mendengar nada yang mengalun dari alat musik tersebut.
Aku membelikan harmonika ini khusus untuk Aldi, semoga saja dengan harmonika ini aldi bisa memainkannya untuk ku, lalu, aku menyuruh sang pramuniaga untuk membungkus harmonika ini pada sebuah kotak berwarna pastel yang dihiasi pita cantik berwarna cokleat.
malamnya, begitu memasuki detik-detik pergantian tahun. Aku semakin gusar. Pasalnya, sebentar lagi aku akan menyatakan perasaanku. Entah apa jawaban yang akan aku terima nanti, aku tidak memikirkan itu. Yang terpenting aku harus menyatakan perasaan ini. Karena perasaan ini akan semakin sesak jika aku terus-terus memendamnya.
Aku memasuki restoran dimana aku akan menemui seseorang sebagai ujung dari penantianku selama ini..di restoran inilah aku membuat janji dengan Aldi tadi siang saat di sekolah.. dan benar adanya, Aldi benar- benar datang dan menepati janjiku untuk menemuiku di restoran ini. Aku kira dia tidak akan datang karena menganggap ajakan ku sebagai gurauan.
Saat hendak melangkahkan kaki menuju meja tempat Aldi duduk. Langkahku tertahan begitu melihat sosok lain yang tidak asing lagi bagiku. Aku memastikan penglihatan ku benar atau tidak,ternyata benar dia adalah Lisa. Mengapa Lisa bersama Aldi? Bukankah seharusnya hanya ada aku dan Aldi saja disini?
“lalu bagaimana dengan Rina?”
“itu urusan belakangan, yang terpenting kita jaga hubungan kita ini sebaik- baiknya,” kemudian Aldi mengecup punggung tangan Lisa.
Prakkk…kotak berisi harmonika yang kubawa untuk Aldi terjatuh dari tangan ku..
Percakapan yang aku dengar ini membuatku seakan diselimuti kebekuan, dan apa yang aku lihat barusan, saat Aldi mengecup tangan Lisa dengan penuh perasaan membuatku seolah terjatuh kedalam jurang yang penuh dengan duri- duri tajam. Duri yang dengan ganasnya mencabik-cabik hatiku.. mataku mulai memanas, siap untuk meneteskan buliran air mata yang sarat dengan kekecewaan. Namun, sebisa mungkin ku tahan agar tidak keluar.
Bersamaan dengan itu, Lisa dan Aldi menoleh ke arahku. Tampaknya mereka gelagapan begitu menyadari kehadiran ku..
“kalian….” Ucap ku lirih, berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan air mata, namun usahaku sia-sia, air mataku dengan sukses mengalir deras.
Hatiku sesak melihat kedua sahabatku yang tega menghianatiku. Terutama Lisa, ia bermuka dua. Seolah tampak ingin membantuku, namun nyatanya ia malah menusukku dari belakang.aku segera mengambil Harmonika yang tidak sengaja aku jatuhkan tadi, kemudian berlari meninggalkan restoran…
Tanpa sepengetahuanku, Aldi mengejarku. Dan ia berhasil meraih lenganku saat aku berada diparkiran resto dan menarik tubuhku kedalam pelukannya. “jangan menangis, aku tidak tega melihat mu menangis. Semua yang kamu lihat tidak seperti yang kamu duga, aku bisa jelaskan”, ucap Aldi. Tapi hal ini malah membuat ku semakin muak. Aku melepasakan tubuhku dari pelukan Aldi, dan sebuah tamparan aku daratkan tepat dipipinya. PLAAAKKK…..
“jangan pernah temui aku lagi, kalian berdua sama saja..!! kalian bukan lagi sahabatku!”saat aku mengucapkan kalimat yang terakhir, seperti ada sesuatu yang mengganjal, namun kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutku.
Aldi terdiam begitu mendengar ucapanku. Rahangnya mengeras tampak berusaha menahan emosi.
Kemudian Lisa datang dengan raut wajah penuh penyesalan. Aku yang masih emosi mendekati Lisa..
“aku kira kamu adalah sahabat yang baik, sahabat yang akan mendukung sahabatnya sendiri, tapi ternyata itu semua salah, kamu tidak pantas disebut sebagai sahabat,, sahabat macam apa yang tega menusuk sahabatnya sendiri dari belakang.” Ketika aku ingin menampar Lisa, gerakan ku tertahan. Rasanya berat untuk melakukan itu. Dan sepertinya, lisa siap menerima apa yang akan aku lakukan. Karena matanya sudah terpejam rapat. Aku melangkah mundur menjauhi Lisa. Karena tak ada reaksi apa-apa Lisa membuka matanya. Lisa menangis sambil berkata “maafkan aku,”. Namun, aku tetap menjauh dan berbalik meninggalkan Aldi dan Lisa. Aku bisa mendengar Lisa memanggil- manggil namaku, namun, aku mengacuhkan panggilan itu..
Akhir bulan desember yang suram.. tepat saat itu juga, kembang api memenuhi langit malam yang awalnya mendung dengan berbagai macam warna, dan suara tiupan terompet bergema dimana-mana.. pertanda telah memasuki awal tahun.. Namun itu semua tidak sejalan dengan suasana hati ku…. Di akhir tahun yang seharusnya aku rayakan dengan pesta bersama dua sahabatku, kini harus tergantikan dengan kenyataan pahit yang baru saja ku terima.
**************
Kejadian itu masih teringat jelas di dalam memori kepalaku. Kendati semuanya sudah terjadi hampir 4 bulan yang lalu.
Ku letakan kembali foto itu ke posisi semula. Sekilas,terbesit di pikiranku bagaimana kabar mereka sekarang. Sejak akhir desember lalu, kami benar-benar putus kontak. Apalagi, kami berbeda kelas. Selain itu, kami juga saling menjaga jarak. Dan itu membuat kami jarang bertemu. Namun, begitu teringat kembali dengan hal yang membuat dadaku sesak, kuputuskan untuk tidak memikirkan  mereka lagi….

Aku sudah terbiasa dengan keadaan dimana aku tidak lagi berkumpul dengan sahabat-sahabatku. Sekarang semuanya terasa sepi dan hampa..yah hidup tanpa sahabat memang lain  rasanya bagiku.. tapi aku tidak bisa mengelak dari kenyataan. Karena, Inilah yang terjadi padaku sekarang.
Aku berjalan ke arah gerbang sekolah. Tiba- tiba ada seseorang yang memanggil namaku.. aku menoleh kearah asal suara. Saat mengetahui siapa yang memanggil ingin rasanya untuk menghindar. tapi disisi lain, enggan untuk beranjak.seketika Kerinduan akan sahabatku muncul menyeruak ke tengah permukaan. Bayangan masa lalu , terekam kembali bagaikan sebuah flim dalam ingatanku, Cerita masa lalu kami yang penuh dengan canda dan tawa.
Aku tersenyum pada Aldi, begitupun Aldi.selama beberapa saat kami terdiam dalam pikiran masing-masing.kemudian Aldi memulai pembicaraan.
“gimana kabar kamu?”
“baik,’’ jawabku bohong.kemudian aku melanjutkan ”kamu sendiri?”
‘’baik juga,” jawab Aldi canggung. “hmm sebenarnya ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Tapi, tidak disini. Mmm kamu ada waktu?”
Aku heran hal apa itu? Apa sesuatu yang menyangkut tentang kejadian empat bulan lalu? Awalnya aku ingin menolak, tapi apa salahnya aku mendengarkan apa yang akan dibicarakan oleh Aldi. Sebagai jawaban setuju akum mengangguk pada Aldi.
Disebuah warung mie ayam dekat sekolah. Aldi memulai pembicaraannya.
“sekarang ini Lisa sedang dirawat dirumah sakit,’’
Seketika bola mataku membesar begitu mendengar pembicaraan Aldi. Lalu, ia melanjutkan.
“ kamu masih ingat kan sama kejadian malam tahun baru lalu? Sebenarnya saat itu Lisa ingin membantumu, dia bercerita banyak tentang perasaan yang selama ini kamu pendam,karena menurutnya kamu terlalu lama mengutarakan perasaanmu. Disisi lain dia harus menahan perasaanya sendiri. Karena,dia juga sama sepertimu.sama-sama menaruh hati padaku. Saat itu aku merasa bimbang. Jujur aku tidak ingin hal ini terjadi pada kita. . beberapa menit sebelum kedatangan mu Lisa menangis dihadapanku. Dia mengatakan kalau dia di diagnosa oleh dokter mengidap penyakit kanker hati stadium 3. Awalnya aku tidak percaya, namun setelah aku ingat-ingat kalau tubuh Lisa memang lemah dan dia selalu opname setidaknya sekali dalam 3 bulan. Aku percaya dengan apa yang dikatakanya.” Aldi terdiam. Lalu ia menarik nafas sebelum melanjutkan kembali pembicaraannya.
“setelah mengetahui semuanya dari Lisa pikiran ku jadi kacau. Aku tidak bisa berfikir jernih. Terus terang aku sangat shock begitu tahu tentang keadaan Lisa yang sebenarnya. Yang aku ingin hanyalah membuat Lisa bahagia dan tersenyum, bukan menangis seperti saat itu. Lalu, aku putuskan untuk mengajak Lisa pacaran. Awalnya Lisa ragu dan sempat menolak. Tapi setelah aku yakinkan bahwa aku juga menyukainya…” Degg.. ternyata Aldi menyukai Lisa, bukan aku. “akhirnya kami putuskan untuk berpacaran. Tapi, sebelum kami memberitahumu, ternyata kamu sudah mengetahuinya lebih dulu. Waktu itu, setelah kamu mengetahui semuanya. Aku dan Lisa mengakhiri hubungan kami, Karena aku dan Lisa merasa tidak enak padamu. Setelah kejadian itu, Lisa berulang kali menelfon mu tapi tidak pernah kamu jawab, setiap Lisa datang kerumahmu, kamu tidak pernah mau menemuinya. Padahal ia hanya ingin menjelaskan yang sebenarnya. Agar salah paham ini tidak terus berlanjut.”
Aku terdiam, sekujur tubuhku terasa beku. Ternyata selama ini aku hanya salah paham. Semua ini terjadi karena keegoisanku yang tidak pernah mau mendengar penjelasan baik itu dari Lisa ataupun Aldi. Sekarang,benteng pertahananku runtuh seketika. Semua rasa benci,kesal, ketidak perdulian akan sahabatku seakan terbenam kedasar jurang.
“Rin,, “ aldi memanggil namaku saat mengetahui aku terdiam.. “Lisa, mmm…sudah dua minggu ini  koma di rumah sakit..”
JEDDERRR…. Petir seakan menyambar di dalam kepalaku. Benarkah yang di katakan Aldi barusan.Lisa koma? Kenapa aku tidak pernah tau kalau Lisa mengidap penyakit kanker hati. Sahabat macam apa aku, seharusnya kata seperti itu yang pantas untuk ku.
Aku terisak, bayangan akan Lisa muncul di benakku. Mengapa aku begitu jahat. Aku menangis dalam kesediahn sekaligus penyesalan.Aldi meminjamkan bahunya sebagai tempat ku bersandar…
*************************
Kulihat tubuh itu terbujur kaku. Selang-selang infus menempel di setiap tubuhnya. Lisa yang kulihat sekarang berbeda dengan beberapa bulan lalu. Apakah Lisa mengetahui kehadiran ku saat ini??
Aku duduk disamping tempat tidurnya. Jemarinya yang lentik tak bergerak sama sekali. Tak ada tanda-tanda kalau ia akan bangun dari ‘tidur’nya. Air mataku kembali mengalir. Tak kuasa aku melihat ini semua. Lisa harus mengalami penderitaan yang jauh lebih berat dariku.
Aldi menepuk bahuku dari belakang. Ia juga sama sedihnya dengan ku. Aldi memberiku sebuah kepingan CD dan sepucuk surat. “sebelum lisa koma,lisa menitipkan ku ini untuk di berikan padamu.”
***************************
Hai Rin. Gimana kabar kamu sekarang? Rin, aku mau minta maaf atas kejadian yang waktu itu.Aku tahu kamu masih marah sama aku. Dan sepertinya kamu nggak akan bisa maafin aku, karena aku tahu gimana sakitnya kalau aku ada diposisi yang sama denganmu. Sebelumnya maaf, karena aku cuma bisa lewat surat. Sebenarnya aku ingin bicara langsung dihadapan mu. Tapi karena kondisiku yang tidak memungkinkan. Kuputuskan lewat surat saja.. Rin, jujur aku senang bisa punya sahabat seperti kamu. Masa-masa SMA-ku di isi dengan canda tawa dan kehangatan kita bertiga. Walaupun, terkadang ada hambatan yang menguji persahabatan kita. Tapi sampai kapanpun hal-hal yang seperti itu tidak akan pernah aku lupakan. Aku tidak tahu kamu membaca suratku ini, entah ketika aku masih ada di dunia ini atau tidak. Tapi yang pasti. Aku minta maaf atas kesalahan yang pernah aku lakukan. Dan, aku rela kalau kamu bersama  Aldi dan aku juga berbahagia kalau kamu bersamanya J..  karena yang aku mau hanyalah kebahagiaan kedua sahabatku…
Salam sayang
Lisa…….

kemudian aku memutar CD yang di berikan oleh Aldi tadi. Di dalam video tersebut tampak Lisa dengan baju seragam rumah sakit tengah tersenyum manis menghadap kamera. Walau wajahnya terlihat kurusan dan pucat, ia berusaha untuk tetap tampil ceria. Mataku tertuju pada sebuah boneka beruang yang dipeluk Lisa. Aku ingat, boneka itu adalah kado pemberianku saat Lisa berulang tahun yang ke enam belas. Boneka itu sepertinya sangat dijaga oleh pemiliknya. Itu terlihat dari kondisi boneka yang masih terawat dengan baik.
“hai Rina,, kamu sudah baca suratku kan? Kamu jangan kaget melihat Video aku. Yah, seperti inilah aku sekarang. Sejak februari lalu, aku menjadi pasien tetap di rumah sakit ini. Maaf kalau aku nggak pernah cerita soal ini ke kamu.” Lisa tersenyum ketir.
“oh ya kamu masih ingatkan sama Boneka ini? Boneka ini selalu menemaniku setiap tidur. Jujur Rin, aku kangen sekali sama kamu. Kapan aku bisa ketemu dengan mu lagi? Kapan kita bisa berebut artis idola seperti dulu lagi? Kapan kita bisa saling tukaran novel seperti dulu lagi? Aku kangen masa-masa itu.” Dalam Video itu Lisa hampir menangis, lalu ia segera tersenyum agar tangisnya tidak pecah. Tanpa sadar aku pun ikut menangis, aku tidak bisa menahan air mata yang sudah membendung dikelopak mataku.  Video itu langsung aku matikan karena aku sudah tidak sanggup lagi melihatnya..
Dalam keremangan cahaya lampu kamar, aku menangis dalam diam. Di kamarku inilah aku menumpahkan tangisku dalam bentuk kerinduan akan Lisa. Ingin rasanya aku pergi mengunjungi Lisa di ruang inapnya.namun, karena hari sudah begitu larut, ku urungkan niatku.
************************************************
Untuk yang kedua kalinya, aku menatap wajah itu. Wajah dengan mata yang tertutup rapat. Mungkin saat ini Lisa tengah berada diambang batas antara dunia nyata dan dunia lain yang belum pernah terjamah oleh manusia sepertiku.
Aku berdiri disamping tempat tidurnya. Disebelahku ada Aldi dan kedua orang tua Lisa serta kakaknya.
Ku genggam jemari Lisa dengan erat, “sa, aku sudah maafin  kamu, aku juga minta maaf  karena sikapku waktu itu. Sebenarnya, sampai kapan pun kamu akan tetap menjadi sahabat aku. Maaf kalau dulu aku berkata yang tidak sepantasnya.. aku sayang kamu. Kamu sahabat terbaik aku. Lisa, Rina, Aldi adalah BFF..” setelah mengatakan itu. Jemari Lisa lemas seakan tak bernyawa bersamaan dengan bunyi alat pendeteksi jantung yang menjerit seakan memberitahu kami bahwa roh Lisa sudah tidak berada di dunia ini lagi.
TIIIIIIIIIITTTTTTT…… semua yang kulihat seolah tak berwarna. Hanya ada warna hitam dan putih dan apa yang kulihat seperti bergerak dalam keadaan slow motion. Suara tangisan orang-orang di sekitarku tak dapat ku dengar. Aku terdiam ditempatku berdiri. ‘ Sesuatu’ yang sangat berharga telah hilang dariku. ‘Sesuatu’ itu direnggut oleh-Nya persis di depan mataku.
Lisa telah pergi meninggalkan kami. Walaupun begitu, tampaknya ia bahagia. Karena ia seolah telah melepaskan beban yang selama ini ia bawa. Lisa pergi dengan tenang. Ia seperti menunggu kehadiranku dan ia ingin ‘dilepas’ saat kedua sahabatnya beradadi dekatnya, Menghantarkan kepergiannya ke suatu tempat yanng damai.
************************************
Pusara itu mengingatkanku pada seseorang. Dibatu nisannya terukir sebuah nama yang sangat ku kenal “Monalisa Veronika”. Yah, pemilik nama itu, jika ia masih ada di dunia ini. Mungkin sekarang tengah merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas.
Ku letakan sebuah harmonika berwarna kuning keemasan di atas pusaranya. Mungkin harmonika ini akan menjadi kado terindah untuknya. Dimana setiap nada yang keluar dari alat musik ini, merupakan cinta kami bertiga yang terjalin atas dasar ketulusan. Usai menaburi berbagai kembang. Aku dan Aldi beranjak dan  meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Lisa, sahabat kami…


**THE END***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tinggalkan komentar ^^